Bukan salah
teman-temanku jika mereka manganggap aku bodoh. Walaupun mungkin ada kata lain
yang mungkin lebih pantas digunakan. Tapi biarlah. Mereka begitu karena mereka
tidak pernah merasakan apa yang aku rasakan.
Di sudut temaram ruangan itu. Aku melihat
teman-temanku tampak waspada memperhatikanku. Mereka semua mengira aku gila
karena patah hati. Kekasihku mencampakkan aku begitu saja satu bulan lalu. Tapi
aku sudah tidak peduli pada gadis itu. Aku sudah menemukan gadis yang membuatku
terpesona.
Benar. Aku terpesona. Entah untuk ke
berapa kalinya hari ini. Kira-kira sudah satu minggu terakhir ini aku tidak
bosan menatap seorang gadis yang memiliki senyum paling indah yang pernah
kulihat. Dan selama itu aku hanya mampu menatapnya dari kejauhan.
Tapi niatku sudah bulat. Aku akan
menyapanya hari ini.
Aku berjalan mendekat. Masih bisa kudengar
suara teman-temanku di belakang kepalaku. Mereka meneriakki aku gila dan mabuk.
Aku memang gila. Tergila-gila pada gadis
itu. Aku memang mabuk. Walaupun bukan karena aroma —entah wiski atau wine yang menguar di udara. Aku mabuk kepayang kepada gadis ini.
Langkahku semakin mendekat hingga aku bisa menyentuh kulit lembut gadis itu.
Tiba-tiba gadis itu berteriak histeris
setengah jijik. Ia mengayunkan sapu di tangannya secara brutal.
“KECOAAAAAA!”
Di tengah kegelapan yang merenggut
kesadaranku. Aku menyadari cintaku tak terbalas. Bahkan mungkin ia
membenciku...
Dan aku benci mengakui bahwa teman-temanku benar.
Aku memang gila dan mabuk.
Dan aku benci mengakui bahwa teman-temanku benar.
Aku memang gila dan mabuk.
Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti
program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter
@nulisbuku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D