Lagu pengiring: Maroon 5
feat. Gwen Stefani –
My Heart is Open
My Heart is Open
Irna melemparkan koran dan spidol merahnya
ke atas meja. Kemudian ia melipat kakinya ke atas sofa dan memeluknya. Ia
melepas kacamata yang bertengger di wajahnya, sebelum menempelkan dahi ke lututnya.
Sudah tiga hari berlalu sejak ia
memutuskan berhenti dari perusahaan tempat ia bekerja. Dan selama itu, ia hanya
terus mengurung diri dalam flatnya. Memeriksa setiap lowongan kerja yang ada,
mencari pekerjaan lain yang cocok untuknya.
Sebenarnya, bukan hal yang sulit bagi
gadis seperti Irna untuk mendapatkan pekerjaan. Nilai-nilainya selama kuliah
dan reputasi baik di tempat ia bekerja sebelumnya pasti akan cukup sebagai poin
tambahan bagi perusahaan mana pun untuk mempekerjakan dirinya. Hanya saja ada
satu hal yang hingga saat ini masih terus mengganggu pikirannya....
Ibel.
Astaga. Bahkan hanya dengan mengingat nama
lelaki itu, sudah mampu membuat wajah Irna merah padam. Ia masih bisa mengingat
dengan jelas bagaimana ia mempermalukan dirinya dengan menangis di depan lelaki
itu. Bagaimana cara lelaki itu menenangkannya. Bagaimana lelaki itu mengecup
bibirnya dengan begitu lembut.
Sungguh. Irna sudah berusaha sekuat tenaga
untuk melupakan kejadian itu. Tetapi semakin ia mencoba melupakan, kejadian itu
semakin melekat kuat dalam ingatannya. Hingga perlahan mengkristal menjadi
kenangan.
Tetapi bagaimanapun Irna harus melupakan.
Cepat atau lambat. Karena ia tahu bahwa ia tidak pantas menyimpan perasaan apa
pun untuk lelaki seperti Ibel.
Lelaki itu tampan dan memesona. Walaupun
sering mengobrol dan menggoda para gadis di kantor, tetapi ia tidak pernah
lalai pada tanggung jawab dan pekerjaannya. Sikapnya yang hangat, juga...
ciumannya yang lembut. Lelaki itu terlampau sempurna hingga membuat Irna jatuh
cinta.
Tidak. Bukan hanya Irna. Ia yakin selusin
perempuan lain pasti akan dengan mudah jatuh cinta pada Ibel. Seolah lelaki itu
memang diciptakan untuk dicintai semua orang. Berbeda seperti Irna yang selalu dijauhi
semua orang karena sikapnya yang kaku. Itulah mengapa ia merasa seakan di
awang-awang ketika Ibel bersikap baik padanya.
Irna takut akan hal itu. Takut pada
perasaannya sendiri. Takut jika ia memiliki perasaan yang lebih dalam pada
Ibel. Hingga ia memtuskan untuk berhenti dari perusahaan agar tidak bertemu
kembali dengan lelaki itu. Sungguh tindakan yang sangat kekanakan.
Dan entah mengapa, sekarang ia sedikit
berharap lelaki itu merasakan apa yang dirasakannya. Ia ingin Ibel... merindukannya.
Padahal seharusnya, Irna tahu benar bahwa
hal itu tidak mungkin terjadi. Lelaki itu pasti sekarang sudah menemukan gadis
lain untuk menemaninya makan siang. Itu pasti bukanlah hal sulit bagi seorang
Ibel.
Tetapi tidak ada salahnya untuk berharap,
bukan?
It won’t take me
long to find another lover
but I want you
“Meong....”
Suara itu menginterupsi lamunan Irna. Ia
mengangkat wajahnya, dan langsung tersenyum ketika mendapati kucing
kesayangannya tengah berdiri manja di sampingnya. Kucing itu menatap Irna
dengan sepasang mata memohon. Dan ia memahami benar apa maksud tatapan itu. Begitu
Irna menurunkan kakinya, kucing itu langsung melompat ke atas pangkuannya dan
bergelung mencari kehangatan.
“Dasar kucing manja,” gerutu Irna lantas
terkekeh.
Irna mengulurkan tangannya, mengelus bulu cokelat
lebat yang menyelimuti tubuh kucingnya. Bulu itu terasa lembut dan hangat. Bahkan
hanya dengan menatap kucingnya, membuat Irna teringat pada Ibel. Saat di mana
kucingnya tidak bisa turun dari dahan pohon, dan lelaki itu datang untuk
menolong. Walaupun harus menerima ekstra cakaran dari kucingnya yang nakal.
Tanpa sadar, Irna terkikik mengenang
saat-saat itu.
Tawa Irna terhenti begitu bel pintunya
berdering. Ia berdiri dan mengusir paksa kucing itu dari pangkuannya. Kucing
itu hanya menggeram perlahan lalu melenggang anggun dan meringkuk ke bawah
meja.
“Sebentar,” sahut Irna sambil mengenakan
kembali kacamatanya. Terkadang memang ada tetangganya yang sering datang untuk
meminjam beberapa barang seperti tang, panci, telur, bahkan mi instan. Irna
tidak pernah protes atau pun menolak, karena tetangga-tetangganya itu yang
sering membantu Irna untuk menjaga kucingnya selama ia bekerja.
I’ll do anything
you want me to
‘Cause I can’t
breathe until I see your face
Irna memutar handle pintu tanpa memikirkan apa pun. Dan begitu pintu terbuka, ia
tidak sempat menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Matanya melebar tidak percaya
menatap tamu yang berdiri di hadapannya saat ini.
Lelaki
itu ada di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D