Selasa, 28 April 2015

Love For Money part 3



Entah mengapa hariku terasa begitu buruk akhir-akhir ini. Terlebih setelah beberapa hari yang lalu aku melihat Johnie bersama gadis itu. Gadis yang pernah menjadi kekasihnya beberapa tahun silam. Apakah John akan kembali padanya? Entahlah, yang jelas itu membuat suasana hatiku benar-benar buruk.

Aku menantang matahari pagi, berjalan dengan tumitku yang tinggi. Untunglah aku sudah terbiasa berjalan dengan tumit setinggi ini, tentu saja setelah latihan berbulan-bulan ala model profesional yang berjalan di atas catwalk.

Aku sampai di sebuah bangunan tinggi bertuliskan Dortman’s House. Sebuah gedung yang hampir penuh dengan kaca, terlihat mewah dan berkelas. Aku merapikan gaun dan kacamataku, melangkah dengan harga diri tinggi menuju ke dalam gedung itu.

“Selamat pagi, saya ingin bertemu dengan Mr. James. Saya sudah ada janji dengan beliau.” Aku berkata pada gadis berambut coklat yang digelung dengan rapi.

“Tentu, silahkan masuk.” Dengan ramah gadis itu mempersilahkanku masuk ke ruangan James.

Ruangan yang sangat familiar untukku. Dengan dekorasi klasik yang didominasi warna coklat dan barang-barang mahal yang mengisi setiap sudut ruangan. Siapa yang tak kenal James? CEO Dortman Enterprise yang sukses di usia muda. Taipan tampan yang menikah dengan seorang model berkelas internasional yang lebih tua enam tahun darinya.

“Selamat pagi Mr. James.” Ujarku sambil melepas kacamata hitamku.

“Stella.” Mata lelaki itu terbelalak menatapku. Apakah baginya aku adalah sebuah kejutan? Entahlah. Mungkin saja nona Stella yang cantik ini akan selalu membuatnya terkejut setiap saat.

“Tak perlu terkejut James.” Aku bersandar pada meja kerja lelaki itu. “Bagaimana pendapat istrimu tentang gadis yang kau ajak makan malam tempo hari?”

“Anastasia, kau benar-benar perempuan licik!” Ujar James yang mencoba meredam kemarahannya.

“Istrimu itu yang terlalu berlebihan. Itu hanya foto James, apapun bisa terjadi.”

James menghela nafasnya yang tampak begitu menyiksa untuknya. Rahangnya menegang, punggungnya menegak. Mungkin dadanya seakan hendak meledak. Oh, teman —mungkin tepatnya mantan musuh— yang sudah lama ku kenal ini wajahnya begitu kusut dan makin menua. Maaf  James, aku tak punya pilihan lain.

“Lalu apa yang kau mau sekarang?” Nadanya sedikit keras. Ia melonggarkan dasinya yang sebenarnya justru ingin kuikat dengan kencang di lehernya.

“Aku butuh uang.” Wajah James semakin memerah mendengar kata-kataku. “Atau aku akan membongkar semuanya pada istrimu. Tentang perselingkuhanmu dengan gadis itu.”

Lelaki itu terdiam untuk beberapa saat. Aku tahu darahnya mendidih. Tapi aku tak mungkin mundur. Aku sudah melangkah sejauh ini. Permainan ini harus kuteruskan atau aku akan menjadi gelandangan cantik karena diusir oleh pemilik rumahku yang sewanya tak kubayar selama beberapa bulan.

“Diam kau sialan. Berapa uang yang kau minta?”

“Secukupnya. Harga yang pantas untuk tutup mulut.” Aku tahu James adalah lelaki bijak. Dia sangat membutuhkan investasi istrinya untuk perusahaanya. Tak perlu berdebat lebih lama hingga lelaki itu menandatangani cek untukku. Aku mengucapkan selamat tinggal dengan senyum yang cukup lebar sebelum meninggalkan perusahaan besar itu.
***
Lusa tanggal dua puluh tujuh.  Hari ulang tahun Johnie. Aku ingin memberikan kejutan padanya. Sepasang sepatu berwarna abu-abu yang terpajang di etalase bagian depan sebuah toko sepatu menarik perhatianku. Itu adalah sepatu yang sama seperti yang diinginkan Johnie beberapa bulan yang lalu. Hingga akupun memutuskan membelinya untuk hadiah Johnie.

Setelah membeli hadiah dan beberapa kebutuhaku, aku bergegas pulang dan mempersiapkan sesuatu untuk Johnie.

“Stella… Stella…” Suara seorang wanita membuatku membalikkan badan ketika aku hampir mencapai pintu rumah yang untungnya telah diperbaiki oleh Johnie.

“Ada apa, tante?” Jantungku berdegup kencang ketika melihat wanita itu menangis sesegukan hingga wajahnya memerah.

“Johnie... polisi membawa Johnie tadi siang.”

“Apa lagi yang dilakukan Johnie? Anak itu kenapa tak berubah juga.” Aku menggerutu kesal.

“Dia memukul kepala seseorang gadis hingga gadis itu mengalami pendarahan hebat di kepalanya.”

Antara panik, marah, bingung, bercampur aduk dalam diriku. Bagaimana bisa dia melanggar janjinya padaku untuk tak melakukan hal-hal kriminal lagi.

“Stella, bisakah kau membantuku?”

“Untuk?”

“Bantulah aku untuk menebusnya dari penjara. Aku tak punya uang lagi Stella, aku harus membayar biaya pengobatan korban John. Kumohon, apa kau tega John memakan makanan anjing di sana?”

“Dari mana aku mendapatkan uang untuk menebus Johnie?” Tentu saja, biaya untuk menebus Johnie tidak sedikit. Bahkan bukannya tak mungkin jika hal itu akan menghabiskan uang yang kuperas dari James tadi pagi. Tapi apakah aku akan setega itu melihat lelaki yang kucintai mendekam di penjara di hari ulang tahunnya?

“Aku akan mengusahakannya.”
***
Handukku masih membungkus rapi rambutku yang basah. Aku duduk di sofa abu-abu yang biasa ditempati oleh Johnie sambil memikirkan cara untuk membebaskannya. Tak mungkin aku harus memeras James lagi. Aku masih memiliki hati nurani meski itu tak mendominasi. Ponselku berbunyi kala aku masih berusaha memutar otakku.

Makan malam besok di Red Hill, Ana?
Harry.

Harry? Lelaki kaya itu masih saja terus-menerus mengejarku. Tidakkah cukup penolakanku kemarin? Melihat raut wajah Johnie ketika aku dan Harry meninggalkannya semalam membuatku cukup terluka hingga aku mampu membuat keputusan bijak untuk Harry. Ini demi kebaikanku, Harry dan tentu saja Johnie. Demi Johnie? Kurasa suatu ide cemerlang terlintas di benakku.

Oke. Kita akan bertemu di Red Hill jam 7.

Aku akan menjemputmu di rumahmu Ana. Berikan alamatnya.

Sial. Ini tak boleh terjadi atau kedokku akan terbongkar.

Tidak Harry. Aku akan menemuimu di Red Hill atau tidak ada makan malam.

Baik. Kutunggu jam 7, cantik.
***
Sebuah restoran mewah bergaya konservatif Cina yang didominasi oleh warna merah yang tampak begitu elegan. Disetiap sudutnya terdapat hiasan-hiasan dengan tulisan Cina yang tentu saja tak bisa ku baca. Benar-benar jauh dari bayanganku. Red Hill, yang awalnya kupikir adalah sebuah restoran Eropa bergaya modern ternyata adalah sebuah restoran Cina yang tampak sangat mewah.

Aku mencoba menutup rasa kagumku dengan terus berjalan untuk mencari lelaki yang memiliki janji denganku malam ini.

“Anastasia.” Senyuman tersungging di wajahnya. Kemudian ia berdiri dan menarik kursi di hadapannya untukku. Aku segera memutuskan pesanan secara acak karena aku tahu aku tak akan bisa menikmatinya nanti.

“Jadi bagaimana dengan bisnismu?” Aku mulai membuka percakapan untuk mencairkan suasana ini.

“Berjalan lancar. Aku memang jenius. Kau tahu itu Ana.” Dia tertawa dengan bangga. Ini membuatku muak. Tapi sayang aku masih harus bertahan.

Demi Johnie. Demi Johnie. Demi Johnie. Mantra sihir yang terus kuulang untuk bertahan di hadapan lelaki sombong ini.

“Aku butuh modal usaha. Kira-kira empat sampai lima ratus juta.” Nominal yang cukup besar memang dan nyaris membuat bola mata lelaki itu melompat keluar.

“Untuk usaha apa?”

 “Sebuah butik. Kurasa itu nominal kecil untukmu bukan? Seorang pengusaha yang kaya raya. Bisakah kau memberiku pinjaman tanpa bunga?”

Dia terdiam sejenak untuk berpikir.

“Aku bahkan bisa memberimu cuma-cuma Anastasia. Tentu saja dengan syarat.”

“Apa itu?”

Harry meraih tanganku dan menggenggamnya. Matanya menatap ke dalam mataku seraya berkata, “Menikahlah denganku.”

Bersambung ke part 4


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D