Kamis, 16 April 2015

Bayangan Bulan


Padang rumput yang hijau terhampar luas di hadapan kita. Tanpa menunggu lebih lama, kita berlari bersama. Begitu ceria dengan langkah lebar melompat bagai sepasang rusa yang tengah jatuh cinta.  Cahaya bulan menerpa kita seperti lampu sorot di atas panggung.

Aku beberapa langkah di depanmu. Dan kau terus berlari mengejarku. Dalam gelak tawa bercampur napas yang tersengal, tiba-tiba kau menarik tanganku begitu saja. Langkah berhenti mendadak bagai kapal yang sudah menjatuhkan jangkarnya.

“Jangan lari!” katamu.

Aku menelengkan kepala ke satu sisi. “Kenapa?”

Kau terdiam dalam gumaman yang tidak jelas. “Aku bisa melihat musuh mengintai kita di sana,” jawabmu lantas menarikku untuk tiarap di atas rerumputan hijau.

Tubuh kita tersembunyi. Tapi aku bisa melihat dengan jelas sorot matamu yang jenaka. Sebenarnya berapa usia kita? Benarkah kita siap menikah bulan depan? Jika bercanda kita layaknya anak-anak berusia delapan?

Dan kau bahkan belum pernah menciumku selama tiga tahun hubungan kita.

Aku memutar tubuh dan berbaring menantang langit. Cahaya bulan tampak begitu indah. Kelap-kelip bintang juga tampak menemani dengan setia. Aku harap  cinta kita akan abadi selamanya. Selalu bersama tanpa pernah terpisah.

Tiba-tiba bayangan hitam menghalangi cahaya bulan. Aku mematung dalam diam. Kau tengah tertelungkup di sisiku dengan kepala mendongak menutupi cahaya bulan yang menyinari wajahku sebelumnya. Dan sebelum aku sempat memikirkan sesuatu, kau menghapus jarak antara kita. Lalu perlahan mengecup bibirku dengan lembut. Semua terjadi begitu cepat hingg rasanya seperti bulan jatuh menimpa kita berdua.

Di bawah bayangan bulan... ciuman pertama kita.


Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D