Jumat, 27 Februari 2015

Keajaiban Hitam


“Sam, cepat sebarkan warna hitammu pada langit. Kau harus cepat sebelum gadis itu berangkat.” Perintah Ruth gadis yang mengenakan pakaian serba coklat itu pada Sam, gadis yang memakai pakaian hitam, senada dengan rambut, mata dan sayapnya yang indah.

Ini adalah negeri Elvios dimana semua peri memiliki tugas untuk memberikan warna pada apapun yang ada di dunia ini. Bunga, pohon, daun, bahkan langit. Namun Sam sangatlah menyesali mengapa ia dilahirkan dengan warna hitam. Hitam selalu buruk. Seperti halnya sore ini. Gadis itu harus menaburkan warnanya di langit untuk membuat hujan dan Ashley, gadis yang akan keluar rumah untuk bertemu kekasihnya yang hendak berangkat ke Jerman terpaksa harus membatalkan rencananya.

“Sialan kau peri hitam! Semua ini gara-gara kau aku tak bisa bertemu Ryan!”  Ashley mengumpat kesal pada langit yang telah menghitam disusul dengan badai dan hujan yang amat sangat deras.

***

“Ada apa denganmu, Sam?” Lelaki yang didominasi warna hijau itu mendekati Sam yang sedang  duduk murung di ranting pohon. Sam menggeleng. Kemudian lelaki itu terbang dan duduk di samping Sam. “Kau mau cerita?” Ia mencoba membujuk.

“Apa yang kau lakukan disini?” Sam mengalihkan pembicaraan.

“Tentu saja aku melakukan tugasku. Aku harus memberi warna pada daun-daun itu, supaya mereka terlihat segar.”

“Aku iri padamu.” Gerutu Sam pelan.

“Kenapa?”

“Warnamu cerah dan menenangkan, tugasmu memberikan kehidupan. Dan para petani sangat memujamu. Tidak sepertiku, yang hanya memberikan kesialan bagi orang-orang.” Ujar Sam sambil mengusap air matanya.

“Sam, jangan begitu. Kita punya tugas masing-masing sesuai warna kita. Dan lagi tidak semuanya hitam itu sial. Masih ada warna hitam yang lain yang begitu disukai oleh manusia.”

“Lalu apa menurutmu hitam yang disukai manusia?” Lelaki itu terdiam. Membuat Sam mendengus. “Sudah ku bilang warna hitam hanya menyusahkan manusia. Kau hanya menghiburku Cody, tapi itu sama sekali tak berhasil.” Sam mengepakkan sayapnya meninggalkan lelaki bernama Cody, sang peri hijau.

“Hei Sam, lihat karyaku hari ini.” Skye sang peri merah memperlihatkan hamparan bunga berwarna merah yang begitu indah. Membuat Sam semakin bersedih. Sam hanya tersenyum kemudian meninggalkan Skye.

***

Seperti biasanya, Sam memiliki tugas untuk menaburkan hitam pada langit sore. Gadis itu nampak murung. Ditatapnya perempuan tua yang tengah terburu-buru mencari tempat untuk berlindung. Tapi Sam masih melakukan tugasnya. Kemudian wanita itu setengah berlari untuk menyeberang. Sebuah motor melaju dengan kencang karena guyuran hujan semakin lebat. Kemudian motor itu menabrak wanita itu hingga jatuh tersungkur dan terguling-guling. Sedangkan pengendara motor kabur begitu saja.

Sam melihat Skye menenteng keranjang merahnya, menaburkan warna merah pada tubuh wanita itu. Teriakan orang-orang yang mencoba menyadarkan wanita yang kini berlumuran darah membuat Sam semakin merasa bersalah.

“Hidupnya memang hanya sampai disini Sam.” Skye menepuk pundak Sam yang masih tercengang menyaksikan kejadian itu. Air mata mengalir dari kedua matanya. Rasa bersalah kembali menyelimutinya. Andai saja dia bukan peri hitam, ia pasti tak akan membuat banyak orang meninggal karena ulahnya.

Sam mengepakkan sayapnya menuju ke padang rumput di dekat rumahnya dengan air mata yang terus mengalir membasahi wajahnya. Tentu saja setelah menyelesaikan tugasnya untuk menabur hitam pada langit malam.

“Ada apa lagi Sam?” Cody meletakkan keranjang hijaunya dan berdiri dihadapan Sam.

“Aku membunuh orang lagi, Cody.” Sam berhambur memeluk Cody.

“Sam sudahlah, ini bukan salahmu. Itu memang sudah takdir jika orang itu harus meninggal.”

“Tapi ini gara-gara aku. aku memang membawa sial untuk semua orang.”

“Tidak Sam. Ayo ikut denganku. Akan kutunjukkan sesuatu.” Cody menarik tangan Sam menuju suatu tempat.

“Lihatlah langit malam ini begitu indah dengan bintang-bintang yang bersinar terang.” Ujar seorang wanita yang tengah duduk diatas kursi roda pada lelaki disampingnya. Wanita itu masih muda dan cantik, namun sebelah kakinya menghilang dan balutan perban masih ada di kepalanya.

“Kau suka malam?” Tanya lelaki itu.

“Tentu saja. Aku jauh lebih menyukai malam–” Gadis itu menghentikan ucapannya saat sebuah kembang api membumbung tinggi di langit. “–dia membuat kembang api itu terlihat jauh lebih cantik bukan. Aku bersyukur Tuhan menciptakan malam.”

“Kau lihat Sam, hitammu tidak selalu memberikan musibah. Gadis itu justru bersyukur Tuhan menciptakan malam. Semua itu berkat kau.” Cody menepuk bahu Sam, membuat gadis itu melebarkan senyum di wajahnya.

“Semua warna memiliki kekurangan Sam, seperti aku misal, aku memberikan warna hijau untuk ulat dan mereka merusak daun-daun yang seharusnya utuh. Skye memberikan warna merah pada darah untuk orang-orang yang kesakitan dan Ruth bisa menaburkan warna coklatnya pada air bah yang membanjiri kampung. Tuhan menciptakan semua dengan kekurangan dan kelebihan.”

“Kau benar Cody. Terima kasih Cody, kau telah menyadarkanku.”

TAMAT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D