Selasa, 10 Februari 2015

My Guardian Brothers


Kilatan cahaya merah, biru, begitu menyilaukan mata. Suara riuh lautan manusia yang meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti dentuman musik yang begitu keras membuat telinga  Alexa sakit.

“Kau baik-baik saja, Lex?” Tanya Crystal, sahabat Alexa yang memaksa gadis itu untuk menemaninya ke tempat terkutuk itu.

“Aku mau pulang.” Kata Alexa sambil memutar gelas kaca berisi tequila yang ia sesap sedikit. Tentu saja sebelumnya ia tak tahu apa itu tequila. Club-club semacam ini merupakan tempat yang asing baginya. Ia hanya pernah beberapa kali mendengar Crystal berbicara mengenai tequila, margarita, vodka dan rum. Hingga Alexa secara impulsif memesan minuman yang diingatnya secara acak.

“Apa?” Tanya Crystal yang tak mendengar ucapan Alexa.

“Pulang Crys. Aku mau pulang.” Teriak Alexa mencoba mengalahkan hingar bingar musik yang terlalu keras baginya.

“Ayolah Lex, ini masih jam sebelas.” Seru Crystal sambil menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama musik.

“Kalau begitu aku pulang sendiri.” Kata Alexa geram. Crystal hanya mengangkat pundaknya dan melambaikan tangannya ketika Alexa meninggalkannya.

Dalam perjalanan menuju pintu keluar, Alexa melihat sebuah pintu hitam yang terbuka sedikit. Alexa memutar langkahnya menuju pintu tersebut. Asap rokok mengepul seperti lapisan selimut yang tebal. Meja-meja bundar memenuhi ruangan yang terang benderang itu.

Perjudian. Alexa tahu itu. Ia sering mengikuti keempat kakaknya untuk berjudi ketika ia masih tinggak di Las Vegas. Alexa melangkah memasuki ruangan tersebut dan bergabung dengan salah satu meja untuk memainkan poker. Strategi menggertak adalah keahlian Alexa dan permainan poker adalah permainan kesukaannya.

Dengan sedikit trik, Alexa menjadi gadis yang beruntung malam ini. Alexa telah memenangkan empat dari lima putaran yang ia mainkan. Dan akhirnya gadis itu membawa pulang banyak uang atas kemenangannya. Semua berkat ayah dan keempat kakak laki-lakinya sering mengajarkan permainan poker hingga dia memiliki keahlian untuk itu.

Alexa menguap, matanya terasa berat.  Ini sudah jam dua pagi dan ia tak pernah pulang selarut ini sebelumnya. Alexa memutar gagang pintu apartemennya setelah ia memutar kuncinya.

“Alexa.” seru seorang lelaki yang berdiri di belakang Alexa. Mendadak rasa kantuk Alexa hilang berganti dengan keterkejutan.

“Siapa kau?” Tanya Alexa melihat lelaki yang jelas memiliki campuran darah Asia itu.

“Aku Hideki. Kau tak mengingatku?” Alexa memandang tajam kemudian menggeleng pelan. “Hide, teman Mark. Kau benar tidak ingat aku?” Dengan menyebut nama Mark otomatis ingatan Alexa bergulir dengan cepat.

“Ha! Hide. Aku ingat. Sudah lama sekali kita tak bertemu. Ada apa kau malam-malam begini kemari? Masuklah.” Seru Alexa pada sahabat karib kakaknya, peranakan Jepang-Inggris yang semasa kecilnya sering mengajak Alexa bermain.

“Lex, aku diusir oleh ayahku. Ketika aku berbicara pada Mark, dia menyuruhku kemari. Dia memberikan alamatmu padaku.”

“Lalu kenapa kakak tak memberitahuku sebelumnya?”  Tanya Alexa jengkel.

“Ia sudah menelponmu, tapi hpmu tidak aktif.”

Oh, sial! Alexa merogoh tasnya, saku celananya dan saku jaketnya. Namun ia tak menemukan ponselnya. Raut panik Alexa membuat Hideki bertanya-tanya.

“Kurasa ponselku hilang. Aku minta tolong padamu katakan itu pada Mark dan lewatkan bagian aku pulang jam dua malam.” Alexa memperingatkan. “Kau bisa tidur di sofa sekarang. Kita bicara besok. Aku lelah dan selamat tidur Hideki.” Kata Alexa tanpa menunggu jawaban dari Hideki.
***
Aroma sedap menggelitik hidung Alexa. Alexa mencoba membuka matanya perlahan, menyesuaikan pengelihatannya dengan cahaya yang menerobos celah tirai kamar Alexa. Gadis itu menarik selimutnya kemudian keluar dari kamar untuk mengambil air.

“Selamat siang Lex.” Seorang pria tinggi besar dengan matanya yang nyaris terpejam ketika mengurai senyum sedang berdiri di dapur Alexa. Alexa menatap Hideki bingung, melupakan kenyataan semalam sahabat kakaknya itu menumpang di apartemen Alexa.

“Baunya begitu menggoda.” Kata Alexa mendekati Hideki. Kemudian Alexa mencicipi makanan yang telah tersaji diatas piring. “Apa ini? Rasanya enak.” Puji Alexa setelah melahap telur yang disiram saus di atasnya.

“Ini namanya Huevos Rancheros. Ini masakan Meksiko. Sebenarnya aku ingin membuatkan masakan Jepang untukmu, tapi aku tak menemukan bahan yang pas di dapurmu.” Ujar Hideki membanggakan diri.

“Kenapa kau tak menjadi koki saja?” Tanya Alexa sambil memasukkan potongan tortilla ke dalam mulutnya.

“Itu rencanaku. Karena New York adalah kota besar, Mark bilang disini banyak restoran besar dan aku bisa melamar di restoran disini.”

Alexa teringat tentang Yoshida Yasuo. Laki-laki yang ia temui di restoran Jepang beberapa hari yang lalu. “Ha! Aku punya kenalan orang Jepang. Ayahnya punya restoran Jepang di dekat kampusku. Coba kita kesana, mungkin Yasuo masih belum pulang ke negaranya dan siapa tahu dia bisa membantumu.”

“Boleh saja.” Kata Hideki gembira.

***

Restoran yang megah, didominasi dengan warna silver membuatnya tampak begitu mewah.  Suatu keberuntungan untuk Alexa karena Crystal telah mentraktirnya di restoran mahal tersebut. Jika tidak, mungkin seumur hidup Alexa tak akan pernah menginjakkan kakinya disini.

“Miss Wright.” Seru seorang lelaki membuat Alexa dan Hideki menoleh bersamaan.

“Ha! Yoshida. Kebetulan sekali kau belum kembali.” Kata Alexa senang. “Sampai kapan kau disini?” Tanya Alexa basa-basi.

“Besok aku kembali ke Jepang. Liburan sekolahku sudah habis.” Ujar Yoshida dengan   bahasa Inggrisnya yang lancar.

“Bisa kah kau membantuku– ah temanku. Dia butuh pekerjaan. Mungkin ayahmu bisa menjadikannya koki di sini. Masakannya benar-benar enak.” Puji Alexa.

Yoshida menatap lelaki di samping Alexa, kemudian mengurai senyum berarti pada lelaki itu. “Apa dia pacarmu?” Tanya Yoshida pada Hideki dengan bahasa Jepang.

“Ah– bukan. Dia temanku.” Jawab Hideki dalam bahasa Jepang.

“Sayang sekali, bukankah dia sangat cantik?” Goda Yoshida yang masih menggunakan bahasa Jepang membuat wajah Hideki memerah. Sedangkan Alexa justru mengomel karena ia tak paham dengan bahasa yang digunakan mereka.

Keberuntungan ada di pihak Hideki. Hideki diterima kerja dengan gaji yang cukup besar. Jam kerja yang panjang memang setimpal dengan gajinya. Setelah menumpang di apartemen Alexa selama satu bulan akhirnya Hideki bisa menyewa sebuah apartemen untuk dirinya.

“Kenapa kau pindah?” Tanya Alexa menatap Hideki yang sedang berkemas.

“Lex, tidak baik aku berada disini terlalu lama. Aku tak akan tahan berada disini bersama gadis cantik sepertimu.” Goda Hideki yang membuatnya dilempar bantal oleh Alexa.

“Lalu siapa yang akan memasakkanku setiap pagi? Siapa yang akan menemaniku bermain poker setiap malam?” Alexa menggigit bibirnya mencoba menahan perasaannya yang siap meledak kapan saja.

Hideki bangun dari duduknya, kemudian berpindah di samping Alexa. Lelaki itu mengusap lembut rambut Alexa, seperti saat mereka kecil. Tanpa terasa air mata pun menetes dari mata Alexa, membuat jejak-jejak basah di pipinya. Alexa pun memeluk Hideki, tangis Alexa membuat Hideki meloloskan tawa dari mulutnya.

“Lex, kau ini sudah dewasa. Kenapa kau masih saja cengeng seperti ini?” Tangis Alexa semakin keras, bagai anak-anak yang kehilangan mainannya. Hideki menyentuh wajah Alexa dengan kedua tangannya, mengusap air mata Alexa dengan kedua ibu jarinya. Secara perlahan, Hideki mendekatkan wajahnya ke wajah Alexa, menghapus jarak di antara mereka. Kemudian bibir Hideki menyentuh bibir Alexa. Mencium gadis itu dengan lembut. 

“Jauh-jauh kau dari Alexa, brengsek!” Suara maskulin diikuti benda jatuh yang keras membuat  Alexa melepaskan diri dari Hideki. Sesaat kemudian tubuh bongsor lelaki itu telah menindih Hideki dan menghujamnya dengan pukulan yang bertubi-tubi di wajah Hideki.

Alexa yang panik segera mendorong lelaki itu hingga terjatuh. “Mark, apa yang kau lakukan?” Bentak Alexa pada kakaknya.

“Lalu kau pikir apa yang kau lakukan, Lex??” Mark yang murka menunjuk wajah adiknya yang masih gemetar ketakutan. “Dan kau brengsek! Kenapa kau malah melakukan itu pada adikku? Kau benar-benar mengecewakanku.” Mark kembali menghajar Hideki yang masih tergeletak.

“Mark hentikan!” Teriak Alexa di telinga Mark yang membuat telinganya sakit. Mark diam menatap Alexa dan Hideki yang kini duduk bersebelahan. Sorot matanya tajam seolah siap mengeluarkan pisau untuk menghujam adik dan sahabatnya.

“Maafkan aku Mark.” Hideki mulai membuka suara. “Aku memang tidak tahu diri. Berada di dekat Alexa–”

“Jadi kau menyalahkan A–”

“Mark hentikan!” potong Alexa dengan semua keberaniannya.

“Lex, apa kau tak tahu aku mengirimnya kemari berharap dia bisa menjagamu. Tapi nyatanya–”

“Dia menjagaku Mark, dia tak pernah berbuat kurang ajar padaku. Dia–” Alexa menghentikan kalimatnya. Kenangannya bersama Hideki terlalu banyak, air mata pun kembali membasahi wajahnya.

“Jauhkan tanganmu, Hide.” Seru Mark saat melihat Hideki mencoba mengusap punggung Alexa meski ia tahu itu hanya untuk menenangkannya.

Alexa yang semakin tak tahan dengan sikap kakaknya beringsut meninggalkan mereka berdua ke kamar.

“Apa kau menyukai Alexa?” Mark memancarkan aura mengintimidasi melalui matanya yang tajam.

“Oh, ayolah Mark kau–“

“Aku sudah bertahun-tahun mengenalmu. Sekarang aku ingin kau jujur, apa kau menyukai Alexa?” Hideki tetap diam menundukkan kepalanya menatap kaki meja di hadapannya. “Hide, cepat jawab aku!” Bentak Mark tak sabar.

“Mark henti–“

“Ya, aku menyukai Alexa. Aku mencintainya.” Jawab Hideki bersamaan dengan Alexa yang berdiri di depan pintu kamarnya. Alexa tercengang menatap lelaki yang duduk berhadapan dengan kakaknya.

“Cepat kemasi barangmu dan keluar dari sini.” Kata Mark datar tanpa melihat sahabatnya. Hideki segera meraih ranselnya yang telah terisi pakaiannya.
“Aku pergi. Terima kasih Mark, Alexa.” Hideki melangkah menuju pintu namun langkahnya terhenti karena tangan hangat yang meraih pergelangan tangannya.

“Jangan pergi.” Pinta Alexa sekali lagi.

“Aku akan menghubungimu nanti.”
***
“Lex, jangan seperti ini. Ayolah maafkan aku Lex.” Mark terus membujuk adiknya yang terus menangis. Semalam Hideki menelpon, tetapi ponsel Alexa yang tertinggal di luar membuat Mark mengangkat telponnya dan kembali bertengkar dengan Hideki.

“Kenapa kau tak memberikannya padaku? Aku tak tahu dimana alamat Hide yang baru. Dan sekarang ponselnya tidak aktif. Ini gara-gara kau Mark!” Bentak Alexa kesal. Mark terdiam, memahami kekesalan adiknya.

Keempat kakak laki-lakinya memang terlalu protektif pada satu-satunya adik perempuan mereka. Selalu seperti itu. Terakhir mantan pacar Alexa dihajar habis-habisan oleh Will dan Shane, kakak kedua dan ketiga Alexa karena mereka memergoki Leo, mantan pacar Alexa selingkuh.

Ponsel Alexa berbunyi. Alexa yang sejak pagi berlindung di bawah selimut hangatnya melompat mencari asal suara. Nomor yang tidak dikenalnya tepampang di layar ponselnya.

“Hide?” Alexa mencoba menebak.

“Laki-laki mana lagi itu Lex? Apa aku perlu memberinya pelajaran?” Tawa yang sangat familiar di telinga Alexa terdengar. Jesse. Kakak pertama Alexa.

“Diam kau Jesse. Mark yang harusnya kau beri pelajaran.” Kilatan kemarahan begitu jelas di mata Alexa saat menatap Mark yang berdiri di hadapannya.

“Sudahlah, aku percaya pada Mark, dia pasti benar.” Ledekan Jesse kembali terdengar di telinga Alexa. “Aku hanya ingin memberi tahumu, akhir minggu ini aku akan pulang. Kuharap kau juga bisa pulang dan ajak pacar barumu untuk melawan kami.” Tawa khas dari Jesse mengakhiri telponnya tanpa memberi kesempatan Alexa untuk menjawab.

“Apa dia bilang?” Tanya Mark penasaran.

“Akhir minggu dia akan pulang. Dia juga menyuruhku pulang dan aku dimintanya membawa pacarku.”

“Pacar? Bukannya kau tidak punya pacar?” Ledek Mark dengan tawanya yang renyah.

“Kau pikir ini gara-gara siapa?” Bentak Alexa yang diikuti kedua tangannya menutup mulutnya secara serempak.

“Kau menyukai Hideki?” Pandangan menyelidik Mark membuat Alexa salah tingkah. Untuk beberapa detik Alexa terdiam hingga Mark mengulangi pertanyaannya.

“Iya, iya, iya, iya! Sekarang kau puas? Ini semua gara-gara kau.” Wajah Alexa merona malu. Membuat tawa kakaknya meledak.

“Sialan. Andai saja aku tak menyuruh Hide kemari, mungkin ini tak akan terjadi.” Gerutu Mark.

***

Alexa bersandar di pundak kakaknya, menggenggam ponselnya berharap Hideki akan menghubunginya. Tak perlu waktu lebih lama lagi nama dan foto Hideki muncul di layar ponsel Alexa yang berkedip-kedip.

“Lex, maaf aku baru bisa menghubungimu. “

“Tidak apa-apa Hide. Aku–“

“Datanglah kesini dalam sepuluh menit atau aku akan menghajarmu.” Mark merampas ponsel Alexa membuat Alexa kembali merajuk.

Lima belas menit kemudian Hideki datang dengan nafasnya yang tersengal. Mark sudah bersiap di depan pintu untuk menunggu Hideki. Tanpa basa-basi Mark memberikan sebuah pukulan di wajah Hideki.

“Ini untuk keterlambatanmu.” Ujar Mark membuat Alexa tak percaya.

“Mark, dia hanya–“ Ucapan Alexa terhenti karena sebuah tinju melayang kembali di wajah Hideki.

“Ini karena kau telah mengecewakanku. Hide.”

“Maafkan aku Mark. Ini benar-benar diluar dugaanku.” Hideki mencoba membela diri.

“Lalu apa kau benar-benar menyukai adikku? Kau tahu bahwa dia sangat berharga bagi kami.”

“Aku sungguh-sungguh mencintainya Mark. Dan aku akan melawan kalian berempat jika itu adalah syarat untuk menjadi kekasih adikmu.” Seru Hideki percaya diri.

Mark menepuk bahu Hideki dengan menyunggingkan seulas senyum. “Aku percaya padamu, sob.” Alexa dan Hideki pun saling bertukar pandang dan mengurai senyum.

“Apakah itu berarti aku bisa membawa Hideki menemui Jesse, Will dan Shane akhir minggu ini?” Alexa memastikan. Mark mengangguk, membuat Alexa mengurai tawa bahagia di wajahnya.

“Aku? Akhir minggu ini? Untuk apa?” Tanya Hideki bingung.

“Tentu saja melawan mereka. Bukankah kau sudah memutuskan untuk bersama Alexa?” Goda Mark membuat sahabatnya gugup.

“Untuk poker?” Hideki memastikan. Mark mengangguk. “Sial!” rutuk Hideki membuat Alexa dan Mark meloloskan tawa.

Alexa melangkah mendekatkan dirinya pada Hide, lelaki bermata sipit yang tengah berdiri di samping kakaknya. Kemudian Alexa melingkarkan kedua tangannya di leher Hideki. “Aku juga mencintaimu.”


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D