Selasa, 03 Februari 2015

10 Minutes

Siang ini begitu terik dengan angin yang berhembus cukup kencang. Lila membuka bingkisan kado yang diberikan Hans sebelum ia berangkat kuliah pagi tadi. Ini bukan hari ulang tahunnya, namun ini juga bukan pertama kalinya Hans memberikan bingkisan pada gadis itu.

Perlahan Lila menarik perekat bening yang merekat pada kertas kado berwarna silver dengan pita pink yang tersemat cantik di permukaan kertas kadonya. Ia begitu berhati-hati tanpa berniat merusak kertas yang cantik itu.

“Dor!” Suara seorang lelaki mengejutkan Lila hingga bungkus kado itu sedikit tersobek.

“Kak Egi.. Apa-apaan sih? kau mengagetkanku .” Bentak Lila yang terkejut. “Yah kan.. kertas kadonya robek.” Gerutu Lila sambil memanyunkan bibirnya.

“Itu kan cuma kertas. Besok aku belikan yang lebih bagus.” Rayu Egi sambil menyodorkan sebuah novel ke hadapan Lila. Lila merajuk, tak mau memandang apa yang ada di tangan Egi barang sejenak. Egi menggoyang-goyangkan novel di tangannya dengan seringaian jahil di bibirnya. Mau tak mau, akhirnya Lila menyempatkan waktunya untuk melirik benda tersebut.

“Wow, ini kan novel terjemahan karya Allysa yang susah didapat. Bagaimana kakak mendapatkannya?” Tanya Lila penasaran.

“Sulap.” Jawab Egi sambil merobek bungkus roti isi coklat yang ia beli dari kantin kampus. “Mau?” Egi menawarkan roti yang telah ia gigit sebelumnya pada Lila. Lila pun melahap roti tersebut tepat di tengah-tengah, tempat coklat terbanyak berada. Egi hanya menggeleng pelan karena bagian yang paling disukainya telah dilahap oleh gadis di sampingnya.

“Makasih kak Egi ganteng.” Kata Lila setelah menghabiskan sekotak susu milik Egi, menggantinya dengan segelas air mineral yang hanya tersisa setengah.

“Kau ini selalu saja begitu.” Egi mengocok kotak susunya yang tak lagi berisi. “Kado dari siapa?” Egi penasaran menatap bingkisan yang dibalut kertas berwarna silver tersebut.

“Kak Hans. Tadi pagi dia memberikannya padaku sebelum aku berangkat kuliah.” Kata Lila sambil kembali mencoba membuka perekatnya secara perlahan.

Egi merasakan kecemburuan ketika Lila menyebut nama Hans. Ia pernah beberapa kali bertemu dengan lelaki itu sebelumya. Lelaki yang tampan dengan matanya yang tajam serta tubuhnya yang gagah dan uang yang banyak pasti membuat banyak gadis mengaguminya. Tentu saja Lila pun begitu. Gadis itu sering menceritakan tentang Hans yang baik, sering memberinya kado dan mentraktirnya makan. Berbeda dengan Egi yang memang belum memiliki penghasilan sendiri sehingga tak mampu menandingi Hans.

Egi mencibir mendengarkan gadis itu bercerita dengan semangat. “Selalu saja membanggakan orang itu. Dia itu cuma om-om kaya dan anak-anak sepertimu pasti bukan tipenya.”

“Memangnya kenapa kalau aku bukan tipenya?” Tanya Lila cemberut.

Egi membelalakkan matanya tak percaya ketika menatap ekspresi Lila. “Kau? Kau benar-benar menyukai om-om itu?” Egi yang memang menaruh hati pada juniornya sekaligus sahabatnya tiga tahun terakhir itu memastikan.

Lila hanya mengurai senyum geli sambil memandang Egi yang wajahnya mulai menegang. Beberapa bulan terakhir Lila mulai menyadari perasaan Egi yang ditujukan untuknya dan Lila sengaja melakukan itu karena ingin melihat ekspresi Egi, seniornya yang memberikan hukuman padanya tiga tahun yang lalu ketika ia menjadi peserta ospek.

Tiga tahun lalu, Lila yang terlambat masuk barisan mendapatkan hukuman langsung dari Egi, senior penegak disiplin yang bertanggung jawab atas regu Lila. Sebenarnya alasan ia terlambat karena jam miliknya memiliki selisih sepuluh menit dengan seniornya. 

“Kamu.” Egi memanggil gadis berkuncir dua yang datang terlambat memasuki barisan. “Kesini.” Bentak Egi membuat gadis itu memasang wajah kesal. Lila mencoba mengatur nafasnya setelah berlarian sepanjang dua ratus meter dari gerbang utama kampusnya.

Lila melangkah terhuyung karena ia merasa seperti kehabisan nafas di pagi hari yang masih banyak menyediakan udara segar. Ia berdiri tegak dihadapan Egi menaikkan dagu, menantang sang senior yang meneriakinya sepagi ini.

“Kenapa kamu melihatku seperti itu? Apa kau mencoba menantangku?” Tanya Egi tak terima.

“Tidak kak.”

“Kamu tahu apa kesalahanmu hingga dipanggil kemari?”

“Tidak kak.” Jawab Lila datar.

“Kamu tidak tahu apa kesalahanmu?”

“Tidak kak.” Suara Lila seperti rekaman yang terus mengulang dua kata itu dengan nada yang sama. Membuat Egi mendesah kesal.

“Kamu terlambat.”

“Tidak kak.” Jawaban yang sama terlontar dari mulut Lila. Membuat Egi geram.

“Tidak? Apa kau tidak punya kalimat lain? Kau terlambat masuk barisan. Seharusnya jam enam kau sudah masuk. Tapi kau malah datang jam enam lebih lima menit.” Bentak Egi yang memang mendapatkan pagi yang buruk sejak ia bangun dua jam yang lalu. “Mau jadi apa kamu kalau seperti ini saja tidak tepat waktu? Kebiasaan. Apa kau selalu seperti ini?” Egi menyudutkan.

Lila mendesah kesal. Lalu mengangkat dagunya menatap seniornya yang mengoceh tanpa henti. “Kak, tapi aku datang jam enam kurang lima menit dan langsung masuk barisan. Jamku saja sekarang masih belum jam enam.” Jawab Lila kesal. Egi tak pernah menduga juniornya berani membantahnya.

“Kau berani melawan seniormu hah?” Egi menaikkan nadanya. Membuat dua senior lain ikut berkerumun menatap Lila. Namun Lila yang merasa tidak bersalah terus membela dirinya.

“Maaf kak, bukannya saya melawan. Tapi kakak lihat jam saya. Saya sudah berdiri beberapa menit dan ini baru jam enam tepat. Berarti kesimpulannya saya tidak terlambat.” Lila membela dirinya.

Salah satu senior perempuan dengan rambut yang diikat tinggi melihat jam tangan Lila yang memang berbeda sepuluh menit dari jam panitia. Ia mengangguk kemudian menaikkan alisnya sebagai kode benar-lalu-bagamana ini untuk Egi. Egi dengan cepat memutar otak untuk membalas ucapan Lila.

“Itu berarti jam milikmu yang terlambat.”

“Kak, kita tidak hidup di zona waktu yang berbeda. Jika jamku terlambat sepuluh menit  dari jam kalian bukankan itu wajar? Dan lagi kemarin bukannya tak ada briefing untuk menyamakan jam? Kenapa tidak ada toleransi dari pihak panitia? Saya rasa ini bukan murni kesalahan saya.” Jawab Lila yang membuat ketiga senior itu tak mampu berkata-kata.

“Lila. Kenapa malah melamun?” Egi menepuk pipi Lila untuk menyadarkan gadis itu dari lamunannya. Lila memasang senyum lebar sambil menggeleng kuat-kuat. Kemudian matanya kembali memandang bingkisan kado yang sejak tadi ada di pangkuannya kemudian membukanya perlahan. Egi pun menatap bingkisan tersebut lekat-lekat., membuat Lila sesekali meliriknya geli.

“Wow.” Seru Lila dengan mata berbinar saat mendapatkan sepaket novel trilogi terjemahan karya Anna Carlton. Novel romantis sepanjang masa. Egi menghela nafas berat, merasa kalah dari Hans. Apalagi karena melihat wajah Lila yang berseri-seri setelah mengetahui isi kadonya.

“Sial.” Egi merutuk karena kesal pada Hans dan ekspresi senang Lila. Egi meraih tasnya kemudian berdiri.

“Kakak mau kemana?” Lila menarik tas Egi untuk menahannya.

“Ada urusan. Aku pergi dulu.” Seru Egi ketus.

“Kenapa marah? Kau cemburu?” Tanya Lila terang-terangan membuat wajah Egi memerah karena malu. Egi tak mau mengakuinya kemudian mengambil langkah seribu untuk menjauh dari Lila.

Lila pun tersenyum, kemudian meraih ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan.

Terima kasih kak Hans :*
***
Sesuatu yang cukup tebal dilempar oleh gadis itu tepat di samping wajah Lila yang tengah berbaring miring sambil membaca novel yang diberikan Egi. Lila menutup novelnya kemudian meraih sesuatu yang bertuliskan undangan. Lila menaikkan alisnya, meminta penjelasan pada kakaknya yang berdiri di samping ranjang Lila.
“Besok malam Hans mengajakku ke pernikahan atasannya. Tapi aku bingung pakai baju apa. Mana aku nanti masuk siang, lembur juga sampai malam.” Kata kakaknya.

“Kenapa tidak sekarang?” Tanya Lila kembali membuka novelnya.

“Hans kerja. Jika beli bersama Hans aku kan tak perlu membayar.” Kata sang kakak sambil menjulurkan lidahnya.

“Pakai saja lah yang ada. Atau kakak pakai saja bajuku.” Ujar Lila tak acuh sambil membaca bukunya.

“Tidak mau. Ini pesta besar. Akau tak mau mempermalukan Hans.”  Kakaknya mencoba memutar otak. “Ha! Aku punya ide. Kau pergi bersama Hans. Carikan gaun yang cocok untukku. Kau cobalah untukku. Ukuran kita kan sama.”

“Tidak mau. Aku malas.”

“Aku akan membelikan novel untukmu.” Kakaknya merayu. Namun tak ada respon dari Lila. “Dua?” Lila hanya melirik kakaknya yang berusaha merayunya dengan dua buah novel. “Tiga?” Tawar kakaknya lagi yang membuatnya mendapat perhatian penuh dari Lila.

“Oke, suruh kak Hans menjemputku jam lima.” Seringaian licik tersungging di bibir mungil Lila.
***
Satu jam telah dihabiskan Hans dan Lila memutari butik-butik terkenal di kota itu hingga kini mereka berada di butik yang mereka putuskan sebagai butik terakhir untuk dikunjungi. Seorang pramuniaga yang begitu cantik menyambut mereka berdua. Matanya begitu terpesona menatap Hans yang masuk tepat di belakang Lila.

“Tolong bantu saya mencari gaun yang cocok untuk saya.” Kata Lila ketus karena lelah berkeliling tempat yang bukan tempat favoritnya. Ditambah lagi cara melihat pramuniaga itu pada calon kakak iparnya membuatnya semakin kesal.

Setelah beberapa saat memilih akhirnya gaun berwarna merah hati menjadi pilihannya. Lila menghela nafas lega setelah sekian lama perjuangannya demi mendapatkan tiga novel cuma-cuma akhirnya selesai juga. Lila menenteng sebuah tas berisi gaun menuju mobil Hans.

“Lila.” Panggil seseorang yang kemudian menghentikan langkahnya.

“Kakak..” Lila terperanjat melihat Egi yang tengah menatap Lila dan Hans secara bergantian.

“Baru selesai belanja?” Tanya Egi berusaha mengurai senyum. Namun Lila tahu Egi sedang menahan kekesalannya.

“Iya, aku pulang dulu ya kak. Sampai jumpa besok.” Lila segera meninggalkan Egi dan melambaikan tangan pada Egi sebelum ia masuk ke dalam mobil Hans. Ia harus menyiapkan jawaban untuk besok.

***

“Kakak tunggu dulu.”  Lila mengejar Egi yang pura-pura tak melihat Lila.

“Ada apa sih?” Tanya Egi ketus sambil memasukkan ponselnya ke dalam sakunya.

“Kak Egi kenapa sih? Aneh. Kakak cemburu ya?” Goda Lila sambil melilitkan tangannya manja di lengan Egi. “Kakak tahu tidak, kemarin kak Hans membelikan gaun mahal sekali untuk–“

“Lila cukup.” Egi memotong pembicaraan Lila. “Aku tahu dia kaya, dia tampan. Tapi tidakkah bisa kau berhenti membicarakan lelaki itu?” Ujar Egi kesal. Egi melepaskan lilitan tangan Lila. “Aku ada kuliah, maaf.” Kata Egi berusaha mengurai senyum dengan mengusap kepala Lila. Lalu Egi melangkahkan kakinya menjauhi Lila yang mematung di tempatnya berdiri.

“Kak Egi.” Panggil Lila yang sontak membuat Egi menyisihkan perhatiannya untuk gadis itu. “I love you” ucap Lila tanpa suara. Lila sengaja hanya menggerakkan bibirnya, membuat Egi yang berjarak sepuluh meter di hadapan Lila mengerutkan dahi tak mengerti. Kemudian Lila melambaikan tangannya dan memutar langkahnya untuk menuju kantin.

***

Malam itu Egi yang bekerja sambilan sebagai pelayan katering, melihat lelaki tampan yang sering dibicarakan Lila tengah menggamit seorang gadis cantik bergaun merah hati. Hans. Antara senang dan sakit hati melihat Hans sedang bersama gadis lain, apalagi Lila terus-menerus membangga-banggakan dirinya di depan Egi.

“Egi, jangan berhenti di tengah jalan. Cepat ambil piringnya.” Suara rekan kerja Egi membuyarkan lamunan Egi. Sepanjang acara Egi hanya memikirkan Lila. Bagaimana jika gadis itu tahu kenyataan bahwa Hans bersama perempuan lain? Sebagian hatinya ingin memberi tahu gadis itu tentang kenyataan buruk ini, namun sebagian lagi ia ingin menjaga perasaan gadis yang dicintainya itu.

***

Siang itu langit tak secerah biasanya. Namun Lila masih berada di tempat favoritnya, membaca novel sambil duduk di tepi kolam di kampusnya. Titik-titik air langit mulai membasahi bumi, membuat Lila bergegas mencari tempat yang aman untuk berteduh.

Air yang terus-menerus mengguyur akhirnya mulai reda setelah satu jam Lila menunggu. Air menginggalkan jejak-jejak basah dan genangan dimana-mana. Lila akhirnya memutuskan untuk segera pulang ke rumahnya.

Ketika hendak menyeberang, sebuah mobil mewah melaju kencang melewati genangan air di depan Lila. Otomatis Lila yang tengah berdiri di trotoar pun terciprat air hingga membuat kemeja putihnya kotor dan basah.

“Sialan kau.” Teriak Lila geram.

“Lila.” Suara maskulin yang sangat dikenal oleh gadis itu memanggil namanya. Lila mengedarkan pandangannya mencari asal suara. Kemudian matanya bertemu dengan sosok lelaki yang tengah berlari mendekatinya. Lelaki itu merangkul pundak Lila, mencoba mencari sandaran selagi ia mengatur nafasnya.

“Kakak kenapa sih?” Tanya Lila sambil membuka botol air mineral miliknya kemudian diberikannya pada Egi.

“Aku men..cari..mu” Kata Egi disela nafasnya yang tersengal. “Kenapa bajumu itu?”

“Kakak tidak lihat? Mobil sialan tadi melaju begitu kencang ketika aku hendak menyeberang.” Lila merutuk kesal. Egi pun menawarkan Lila untuk mampir ke kostnya untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian bersih milik Egi. Lila yang memang sudah beberapa kali kesana pun menyetujui ide tersebut.

“Aku merindukanmu.” Kata-kata yang akhir-akhir ini sering diucapkan Egi pada Lila.

Lila tersenyum. “Bukankah kita kemarin juga ketemu?” Kata Lila sambil menyesap teh hangat yang dibelikan Egi di warung depan kostnya

“Tidak-tidak. Akhir-akhir ini kurasa aku tak bisa menemanimu seperti biasa. Aku terlalu sibuk hingga waktuku bersamamu semakin sedikit.” Seringaian sombong tersungging di bibir Egi.

Lila menyangga dagunya dengan sebelah tangannya, menatap lelaki di hadapannya lekat-lekat. Mata coklat milik Egi yang teduh selalu membuat Lila jatuh cinta, bahkan sejak pertama Lila melihat lelaki itu.

“Kau ini kenapa?” Egi salah tingkah melihat perlakuan Lila. Lila menggeleng.

“Kakak suka aku ya?” Tanya Lila yang sontak membuat Egi menyemburkan kopinya hingga mengenai pakaian Lila yang baru diganti. “Ah! Kakak! Kotor lagi bajunya.” Rengek Lila kesal.

“Kau kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?” Tanya Egi dengan jantungnya yang berdetak lebih kencang. Lila tak menghiraukan ucapan Egi dan membersihkan kaos milik Egi yang dikenakannya dengan selembar tisu. Egi melangkah, kembali mencari kaos bersih untuk Lila.

“Ganti sana.” Kata Egi melempar kaos yang masih terlipat rapi ke pangkuan Lila. Setelah Lila mengganti pakaiannya dengan yang lebih bersih, kembali Lila duduk di hadapan Egi sambil mengambil novel yang diberikan Hans kepadanya beberapa hari yang lalu.

“Kau menyukai Hans?” Tanya Egi tiba-tiba begitu melihat Lila menggenggam novel tersebut.

“Kak Hans?” Tanya Lila tanpa menjawab pertanyaan Egi.

“Sebaiknya jangan dekati Hans. Kau bukan tipenya. Dan aku kemarin malam melihat Hans bersama perempuan yang cantik. Begitu serasi dan mesra.” Egi menambahkan kalimat terakhir untuk melihat tanggapan Lila.

Tawa kecil keluar dari mulut Lila, membuat Egi bingung. “Kakak, aku tahu kau cemburu pada kak Hans. Tapi–”

“Aku hanya tak ingin kau terluka Lil. Dia benar-benar lelaki brengsek. Aku benar-benar ingin menghajarnya saat aku melihatnya begitu mesra dengan perempuan lain. Aku–”

Kecupan di bibir Egi menghentikan kata-katanya. Egi memandang gadis yang tengah tersenyum beberapa senti di hadapannya.

“Kakak kenapa selalu memotong ucapanku, ha?” Tanya Lila yang tengah berjongkok dengan memeluk kedua lututnya. “Dengar ya, kak Hans itu calon kakak iparku.” Lila menegaskan kalimat calon kakak iparku. “Dan waktu kau bertemu denganku tempo hari, itu karena kakakku memintaku untuk membeli gaun merah yang kakakku pakai saat kak Egi melihatnya di pesta kemarin.”

Egi mengejapkan matanya memandang gadis di hadapannya tak percaya. Kemudian Egi mendekatkan wajahnya pada wajah Lila, dan mengecup bibir mungil Lila.

“Maafkan aku Lila, aku cemburu pada Hans karena aku mencintaimu, sejak peristiwa sepuluh menit dulu.”

Ha! Inilah yang Lila tunggu. Akhirnya Egi yang tertutup mampu menyatakan perasaannya pada Lila. Lila memang sudah lama merasakan adanya perbedaan dari persahabatan mereka, namun Lila memutuskan untuk menunggu Egi menyatakan perasaannya. Tapi tetap saja gadis itu tak percaya mengetahui Egi telah menyimpan rasa padanya begitu lama.

“Aku juga mencintaimu, kak.”

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D