Kamis, 05 Februari 2015

Derion



Cahaya matahari yang jernih dan terang sedang bersemangat menyinari dunia. Semilir angin berembus membuat damai suasana. Beberapa ekor elang tampak sedang terbang berputar di udara. Sesekali terdengar suara memekiki dari para elang itu.

“Kau siap untuk mulai, Diff?” tanya Dash sambil bersiap di tepi ngarai. Di sini merupakan garis start yang sudah mereka tentukan sebelumnya.

“Kapanpun kau siap!” balas Diff menjawab tantangan Dash.

Mereka merentangkan sayap seperti kaca di punggung masing-masing.

“Baiklah. Bersedia?” Dash memberi aba-aba. “Mulai!”

Dash meluncur di udara bersamaan dengan aba-aba mulai yang diucapkannya. Hal tersebut sontak membuat Diff merasa dicurangi. Cepat-cepat gadis itu menyusul Dash dan menukik di udara.

“Kau curang, Dash!” protes Diff dengan bibir mungilnya yang mengerucut kesal.

“Aku tidak curang. Kau saja yang lamban, Diff.” Dash membalas protes Diff dengan sebuah olokan. Setelah mengatakan itu, bergegas Dash memacu otot punggungnya untuk bergerak lebih cepat. Ia tidak boleh kalah dari Diff.

Lelaki ini meremehkanku! Diff menutup mulutnya rapat dan menggertakkan giginya kuat-kuat, merasa kesal diejek seperti itu. Lalu ia mulai berakselerasi dengan kecepatan maksimum terbangnya. Gadis itu berhasil menyusul Dash bahkan terbang mendahului lelaki itu. Sambil mengerlingkan mata penuh kemenangan, Diff melewati Dash lalu mulai terbang menuju garis finish yang sudah mereka tentukan tadi. Sebuah pohon dekat semak belukar di tepi wilayah hutan.

Diff merasakan angin mengangkatnya ke udara hingga terasa semakin dekat dengan langit. Di bawah cahaya matahari yang terik, Diff merasakan kemampuan terbangnya semakin kuat. Aku peri tercepat di dunia! Ia berseru dalam hati. Angin membelai lembut rambutnya, juga membuat sayapnya yang seperti sayap capung berkibar-kibar.

“Diff! Terbanglah lebih cepat!”

Tiba-tiba Diff mendengar Dash berseru dengan panik. Apa lagi ini? Lelaki ini masih saja berusaha mengolok-oloknya. Tapi wajah Diff langsung berubah pucat saat melihat penyebabnya. Ada seekor elang tepat di belakangnya! Dan gadis itu merasakan ketakutan saat ia melihat elang lain terbang cepat ke arah Dash.

Dash terbang lebih cepat dan dengan gesit ia menghindari kejaran elang itu. Benar-benar luar biasa! Tapi ini bukan saatnya untuk mengaggumi cara terbang orang lain sementara ia sendiri harus menyelamatkan dirinya.

Diff berpikir cepat untuk mencari tempat bersembunyi. Tapi tempat ini lebih mirip padang pasir dan nyaris tidak ada tempat bersembunyi yang aman. Sepertinya satu-satu cara adalah menukik turun dan masuk wilayah hutan. Diff mulai melaju rendah dengan melawan arus angin ke dasar ngarai. Sesaat ia mencoba mengintip dari balik bahu sambil berharap elang itu sudah berhenti mengejarnya. Tapi harapan itu ternyata masih jauh. Elang itu malah tampak melipat sayap seperti hendak mendarat dan cakarnya terentang dekat tubuh Diff.

Sedikit lagi... sedikit lagi cakar melengkung itu akan mencengkram tubuh Diff!

Dari kejauhan Dash memicingkan mata untuk mengamati pengejaran itu. Sebenarnya ia sudah bisa menyelamatkan diri sejak tadi. Diff mungkin memiliki kecepatan terbang yang hebat dalam lintasan lurus. Sedangkan Dash memiliki kemampuan terbang yang lincah untuk selamat hal seperti ini. Tapi ia tidak mungkin meninggalkan Diff sendirian dikejar elang. Demi Tuhan, itu kekasih yang dicintainya!

Semua peri takut pada elang karena burung gagah itu sering memangsa peri. Sehingga inilah satu-satunya tempat yang aman bagi Dash dan Diff untuk bertemu. Mereka tidak takut pada elang. Lagi pula kemampuan terbang mereka memang jauh berbeda dari peri yang lain. Ada hal lain yang lebih mereka takut yaitu jika hubungan mereka diketahui banyak orang. Dan mereka akan dipisahkan selamanya.

Tiba-tiba Dash merasakan tekanan udara di sekitarnya berubah. Ia menoleh dan mendapati cakar elang yang mengejarnya hampir saja berhasil menangkapnya. Dengan panik Dash menukik turun. Konsentrasinya sempat kacau karena memikirkan keselamatan Diff. Sayap Dash mengepak beberapa kali dengan cepat. Terdengar suara elang memekakkan telinga.

Dash terbang dengan sangat cepat hingga ia tidak bisa mengendalikan pendaratannya. Ia jatuh berdebam dan bergulung berkali-kali dalam semak. Terdengar bunyi ranting patah dan dedaunan yang terkoyak.

Kemudian Dash coba menajamkan telinga untuk membaca suasana di sekitarnya. Tapi tidak terdengar lagi suara elang yang mengejarnya. Dengan hati-hati ia keluar dari semak dan menatap ke arah langit luas. Sepertinya elang itu sudah kembali ke sarang atau mungkin pergi mencari mangsa lain.

Perlahan Dash merangkak keluar dari semak. Beberapa bagian tubuhnya terasa nyeri karena memar dan lecet akibat pendaratan darurat tadi. Tapi ini bukan saatnya untuk mengkhawatirkan dirinya sendiri.

“Diff? Apa kau mendengarku?”

Hening. Tidak ada jawaban selain deru angin yang mengembus lembut.

Dash menelan ludahnya. Ia berusaha menghalau pikiran buruk yang menyusup ke dalam pikirannya. Hati Dash mencelos saat menyadari kemungkinan Diff sudah tewas dimangsa elang itu.

Sayap bening berwarna biru keabu-abuan mengepak di punggung Dash. Lelaki itu memutuskan untuk mencari Diff sebelum otaknya membayangkan hal-hal mengerikan lainnya. Ia terbang rendah sambil meneriakkan nama Diff berkali-kali.

Tiba-tiba Dash mendegar suara gemerisik. Ia menoleh perlahan penuh waspada. Mungkin saja elang yang tadi mengejarnya masih berada di dekat sini sengaja mencarinya. Tapi tidak ada elang sejauh mata memandang.

Dash mulai terbang lagi saat suara gemerisik itu terdengar lagi. Ia berhenti dan berbalik. Penuh kehati-hatian peri itu mendekat ke arah semak yang menimbulkan suara mencurigakan itu.

Tiba-tiba sesuatu melompat keluar dari dalam semak. Dash sangat terkejut hingga ia melangkah mundur di udara. Sesuatu itu terbang sangat cepat lalu berhenti di hadapan Dash, membuat mata hitam lelaki itu terbelalak tidak percaya.

“Diff!” Dash berseru penuh rasa syukur. Otot-otot tubuhnya terasa lemas hingga sayapnya berhenti mengepak. Ia langsung jatuh ke tanah. Sekujur tubuhnya seakan mati rasa. Bibirnya berkata dengan terbata-bata. “Aku kira tadi kau

“Tertangkap dan dimangsa elang?” sela Diff cepat. Gadis itu memutar bola matanya dengan malas. Ia menghentikan kepakan sayapnya lalu mendarat dengan tenang. Rambut merahnya melayang-layang tertiup angin. “Kau terlalu meremehkanku, Dash!”

Diff duduk berhadapan dengan Dash di atas tanah. Ia menatap lembut lelaki itu dengan manik matanya yang berwarna merah. “Kita sama-sama tahu ada hal yang lebih mengerikan dari pada dikejar elang, Dash.”

Dash menganggukkan kepalanya. Diff benar. Dikejar elang bukanlah hal yang terlalu menyeramkan bagi peri seperti mereka berdua. Ia mengulurkan tangannya dan merengkuh Diff dalam pelukannya. “Syukurlah kau selamat, Diff.”

“Ya.” Diff membalas pelukan Dash. Lalu ia berbisik di telinga lancip Dash. “Terima kasih sudah mengkhawatirkanku.”

***

“Dari mana saja kau?”

Sebuah suara menggelegar menyambut kepulangan Diff ke rumahnya malam ini. Langkah kaki Diff terhenti dan menolehkan kepalanya. Seorang wanita sedang berdiri di tengah ruangan, tepat di bawah atap berbentuk kubah terbuat dari kaca menampilkan pemandangan langit malam.

Rambut merah bergelombangnya yang panjang tergerai dihiasi  mahkota emas bundar di atas kepalanya. Wanita itu mengenakan mantel merah yanga tampak mewah dengan sulaman benang emas. Sama seperti Diff, wanita itu juga memiliki sayap di punggungnya. Tapi sayap itu tidak seperti sayap Diff yang transparan, melainkan lebih seperti sayap kupu-kupu. Warnanya tampak seperti gradasi dari merah muda hingga warna merah darah.

Wanita itu wajah dengan keindahan alami. Hidungnya ramping, kulitnya tampak halus dan merona, dan iris matanya berwarna merah melengkapi penampilannya yang cantik. Tapi mata itu sedang menatap penuh intimidasi ke arah  Diff. Bibirnya melengkung tipis berusaha menyembunyikan rasa marahnya seanggun mungkin.

Sedikit banyak wanita itu menurunkan kecantikan miliknya kepada Diff.

Wanita itu adalah ibu Diff. Ratu bagi ras Kokkinon. Ratu di istana Ruberon.

“Dan oh apa-apaan penampilanmu itu, Diff?”

Belum sempat Diff menjawab pertanyaan yang sebelumnya, ibunya sudah menanyakan hal lain kepadanya. Mata merah milik ibunya mengamati Diff secara seksama. Tubuh anak perempuannya penuh memar dan lecet. Sayap transparannya juga tampak berdebu. Kemudian ibu Diff menggelengkan kepala ringan sambil berdecak.

“Diff, kau ini seorang putri kerajaan dan calon ratu di masa depan. Tidak bisakah kau bersikap dan berpenampilan seperti seharusnya dirimu?

Diff menatap malas lalu memutar bola matanya. Ia tahu kemana pembicaraan ini akan berlanjut.

“Beginilah aku apa adanya, Ibunda.”

Jawaban Diff itu cukup singkat tapi sontak membuat mata ibunya terbelalak lebar. Berani benar gadis ini membantahnya!

“Jangan melawan alam, Diff. Bersikaplah dewasa. Usiamu sudah delapan belas tahun. Sebentar lagi kau sudah bisa menikah. Dan aku akan mengenalkanmu kepada pangeran-pangeran tampan yang berkelas.”

“Maafkan aku, Ibunda. Tapi aku menolak perjodohan dalam bentuk apapun.”

Ibu Diff tidak langsung membalas bantahan anak gadisnya itu. Wanita itu memilih untuk diam sejenak dan membuat Diff tersiksa dalam keheningan itu. Aura yang mengintimidasi memenuhi udara di sekitar Diff hingga gadis itu tanpa sadar menahan napasnya.

“Apa karena lelaki dari ras Mavron itu?” Wanita itu melihat dengan jelas perubahan ekspresi Diff yang berubah tegang. “Aku mendengar laporan ada yang melihatmu terbang bersama lelaki itu ke arah ngarai. Apa kalian mencoba bunuh diri dengan menyerahkan diri sebagai santapan elang?” Ibunya menyindir dengan sinis. “Ingin mejadi Romeo-Juliet di dunia peri, eh? Kau akan mempermalukan ayahandamu jika ia mengetahui hal ini.”

“M-mungkin informan itu salah lihat.” Diff menelan ludahnya. Tiba-tiba mendapat ide untuk melarikan diri dari pembicaraan ini.  Ia menguap lebar dengan memasang ekspresi mengantuk.

“Tutupi mulutmu, Diff! Tidak ada putri kerajaan yang bersikap serampangan sepertimu.”

Nada bicara ibu Diff kembali meninggi. Tapi setidaknya Diff berhasil mengganti topik malam ini.

“Maafkan aku, Ibunda. Tapi aku sangat lelah dan mengantuk. Aku ingin bergegas mandi dan langsung tidur.” Diff menguap lagi. Tapi kali ini ia menutupi mulutnya dengan telapak tangan. “Selamat malam,” ucap Diff cepat-cepat menuju kamarnya sebelum ibunya menemukan kalimat lain untuk menceramahinya.

Ada bermacam ras yang tinggal di Derion dengan kerajaan mereka masing-masing. Seluruh kerjaan itu saling menjaga batasan wilayah dan sopan santun antar ras. Sehingga terciptalah hidup yang damai dan tentram. Tapi di antara ras-ras tersebut ada dua ras yang saling bermusuhan sejak berabad-abad lalu. Dua ras tersebut adalah ras Kokkinon dan ras Mavron.

Ras Kokkinon dengan ciri fisik yang serba merah seperti yang tampak pada sosok Diff. Sementara ras Mavron yang serba hitam merupakan ras milik Dash. Itulah mengapa mereka sangat berhati-hati untuk bertemu. Jika ada yang mengetahui hubungan yang mereka jalin, sudah bisa dipastikan bahwa mereka akan dipisah secara paksa.

Padahal pertemuan pertama Diff dan Dash sama sekali jauh dari peperangan dan kebencian. Saat itu usia mereka sepuluh tahun. Hati mereka masih bersih dari kata benci dan permusuhan.

Diff kecil berlatih sendiri di hutan perbatasan walaupun orang tuanya sudah melarang. Tapi ia memerlukan tempat untuk berlatih terbang. Ia menjadi satu-satunya peri yang belum mahir terbang dibanding peri seusianya. Tentu saja Diff merasa malu dengan teman-temannya. Ditambah lagi gelarnya sebagai putri kerajaan.

Di sanalah Diff bertemu dengan Dash, yang pada akhirnya menjadi pelatih terbangnya. Diff masih mengingat hari di mana ia akhirnya bisa melesat cepat mengimbangi kecepatan terbang Dash. Tapi karena merasa terlalu senang bisa terbang seperti itu, Diff jadi lupa caranya mendarat hingga ia menabrak keras sebuah batang pohon.

“Kau benar-benar gadis yang kuat,” kata Dash sambil tertawa kecil kala itu. bahkan Diff tidak bisa membedakan itu pujian atau ejekan. Sedetik kemudian, tangan Dash terulur dan Diff mendengar lelaki itu melafalkan mantra penyembuh. Cahaya keunguan yang samar menyebar dari telapak tangan  Dash dan perlahan jatuh ke tubuh Diff, membuat rasa nyeri yang tadi menyerang tubuhnya hilang seketika.

Diff terpana melihat cahaya keunguan itu. “Terima kasih.”

“Ras Mossion diberkahi kemampuan melafalkan berbagai mantra sihir, tapi kita bisa dengan mudah memperlajari beberapa mantra yang berguna seperti mantra penyembuh ini.”

Itulah salah satu kelebihan ras Kokkinon dan ras Mavron. Tidak seperti ras Mossion yang diberkahi kemampuan mantra sihir atau ras Prasion yang diberkahi kemampuan berpedang termasuk menempa pedang mereka sendiri, ras Kokkinon dan ras Mavron bisa menguasai beberapa kemampuan secara seimbang. Dan itulah yang membuat mereka lebih kuat dibanding ras lainnya. Tapi kekuatan yang mereka miliki malah membuat mereka diam-diam saling membenci walaupun tidak pernah berperang secara terang-terangan.

Sudut mata Diff menitikkan air mata kesedihan. Sudah hampir sembilan tahun berlalu sejak pertemuan pertamanya dengan Dash. Saat itu ia sama sekali tidak menyangka bahwa hubungannya dengan Dash akan menjadi serumit ini. Ia memerlukan beberapa hari hingga akhirnya menyadari bahwa mencintai lelaki dengan ras Mavron seperti Dash merupakan dosa besar di hadapan bangsanya.

Perlahan Diff menutup kelopak matanya. Ia ingin segera tidur dan menghalangi air matanya yang masih ingin mengalir keluar. Dalam hati ia berharap semoga pagi cepat datang sehingga ia bisa segera bertemu kembali dengan Dash.

***

Pagi-pagi buta, Diff sudah menyusup keluar dari kamarnya dan segera terbang menuju hutan perbatasan. Angin yang masih membawa sisa-sisa dinginnya malam mengembus tubuh gadis itu hingga membuatnya sedikit menggigil.  

Diff melesat cepat sambil berusaha sedikitpun tidak menimbulkan suara berisik. Sesekali ia menoleh ke belakang dengan waspada jika saja ada yang mengikuti atau mengawasinya. Ia terbang sedikit rendah lalu hinggap di dahan pohon yang berada di tengah hutan.

Dash sudah menunggunya di sana seperti biasa.

“Diff.” Dash menyambut kedatangan kekasihnya dengan senyuman lembut. Sedetik kemudian, mereka memposisikan diri untuk duduk berdua di ujung dahan, di antara dedaunan hijau. Mereka berpelukan sejenak untuk melepas kerinduan sekaligus ketegangan karena menyusup diam-diam.

Diff menghela napas berat. Lalu ia berbicara dengan nada sedih. “Sampai kapan kita terus seperti ini, Dash?”

“Entahlah.” Dash menggidikkan bahunya yang terasa lemas. Lalu ia mengulurkan tangannya mengusap lembut rambut merah Diff lalu mendaratkan kecupan ringan di puncak kepala gadis itu. “Untuk saat ini, hanya ini yang bisa kita lakukan. Bertemu diam-diam dengan penuh kehati-hatian.”


“Tapi aku ingin menikah denganmu, Dash. Bukankah menyenangkan jika kita memiliki sepasang mata yang berbeda warna. Kita bisa menunjukkan kepada seluruh Derion bahwa menikah antar ras bukanlah sesuatu yang buruk.”

Dash menoleh ke arah Diff sambil tersenyum pahit.

Prosesi pernikahan bagi bangsa peri di Derion adalah dengan cara menukar mata kanan kedua mempelai pengantin peri. Pertukaran mata itu dilakukan dengan membaca mantra pernikahan yang dilakukan oleh ayah dari pihak perempuan atau petinggi di ras tersebut. Tidak jarang salah satu bahkan kedua mempelai jatuh pingsan setelah menjalani pengalaman yang menyakitkan itu. Dan setelah itu mereka akan terbangun dengan mata kanan pasangan berada dalam rongga mata kanan masing-masing.

Setelah melakukan pernikahan, kehidupan setiap peri akan sangat berubah. Karena sejak saat itu, mereka bisa dengan mudah memantau ke mana pasangannya pergi. Bahkan pasangan suami istri itu bisa saling berkomunikasi walaupun tampak seperti sedang berbicara sendiri.

Sampai saat ini, belum pernah ditemukan peri yang memiliki warna mata berbeda. Pernikahan antar ras merupakan hal yang cukup tabu di dunia ini. Hal itu disebabkan kesombongan masing-masing ras yang menganggap ras diri sendiri adalah ras terbaik. Sehingga mereka tidak ingin mencampur ras mereka dengan darah dari keturunan ras lain.

“Lihat, matahari akan segera terbit...” gumam Diff.

Diff dan Dash menatap ke arah langit yang seakan terbelah dua. Semu kemerahan seperti mata Diff di ufuk timur. Sementara sebagian lagi masih hitam pekat seperti mata Dash, menyisakan jejak kegelapan langit malam. Di tepi langit, bulan masih bersinar samar menunggu tenggelam dalam pesona sang fajar.

“Aku selalu menyukai saat seperti ini. Pemandangan langit tampak seperti cerminan kita berdua.”

Dash memeluk Diff erat. Tapi mereka hanya diam tidak bergerak. Seakan sibuk dengan kesedihan di hati masing-masing. Kebersamaan mereka selama hampir sembilan tahun ini tidak pernah berjalan mudah. Kutukan kebencian yang mendarah daging dalam ras mereka masing-masing, membuat sepasang peri ini bisa terus saling mencintai tapi tidak bisa saling memiliki.

“Begitu matahari naik sedikit lebih tinggi, kita baru mulai terbang menuju ngarai,” kata Dash.

Diff langsung menjawab ajakan itu dengan sebuah anggukan kecil. “Tapi kali ini kita harus lebih berhati-hati. Jangan sampai menarik perhatian elang.”

“Benar.”

Diff dan Dash tertawa saat mengingat kejadian tempo hari yang membuat mereka nyaris terbunuh sia-sia. Tapi itu merupakan sebuah pengalaman berharga yang akan meningkatkan kemampuan terbang mereka. Bahkan mungkin hanya Diff dan Dash, peri yang berani terbang bersama elang tanpa berakhir di dalam paruh tajam itu.

Dash melompat dari dahan pohon diikuti Diff yang segera menyusul di sampingnya. Mereka berdua saling memandang lantas tersenyum. Getaran sayap mereka berdua menghasilkan kombinasi melodi yang merdu. Bunyi seperti alat musik tiup dari sayap Diff diiringi dengan sempurna oleh getaran sayap Dash yang berbunyi seperti alat musik bersenar. Ditambah dengan gemerisik angin di dedaunan juga gemericik air di sungai kecil yang mengalir sepanjang hutan perbatasan.

Tanpa mereka sadari, hijau pepohonan semakin menipis di bawah sana. Tak lama kemudian, tumbuhan yang tampak adalah kaktus dan semak-semak rendah. Sebentar lagi mereka akan tiba di ngarai yang penuh batu dan pasir.

Tiba-tiba sesuatu menutupi cahaya matahari yang sejak tadi menyinari perjalanan mereka dari belakang. Dash berhenti melaju, diikuti Diff yang langsung menolehkan kepala untuk melihat sebesar apa elang yang ingin menyatap peri sebagai sarapan pagi ini.

Tapi saat kedua peri itu membalikkan badan, wajah mereka seketika berubah pucat.

Panglima perang istana Ruberon terbang gagah di hadapan mereka sekarang. Sedetik kemudian para prajurit berbaju zirah dengan warna serba merah bermunculan dari dalam hutan dan mengepung Diff dan Dash. Jumlah mereka terlampau banyak hingga tidak ada celah untuk kabur.

“Saya harap Anda berdua tidak keberatan untuk dibawa menuju istana Ruberon. Tidak ada gunanya melakukan perlawanan. Sebaiknya kita segera pergi karena sebentar lagi para elang itu pasti menyadari kehadiran kita semua.” Suara itu terdengar berat, dingin, dan penuh wibawa.

Diff menelan ludahnya. Ini jauh lebih buruk dari dikejar elang!

***

Ruang tengah istana Ruberon tampak lebih ramai hari ini. Semua pemimpin kerajaan tampak hadir di sana, duduk di kursi-kursi mewah dengan sandaran tinggi yang nyaman. Sementara raja dari istana ini duduk di singgasananya sendiri yang jauh lebih mewah dengan ukiran-ukiran emas pada lengan kursi. Juga bantalan kursi berbahan beludru yang tampak lembut.

Semua petinggi peri yang hadir di sana langsung memusatkan pandangan mereka ke arah daun pintu ganda yang mulai terbuka. Panglima perang istana Ruberon melangkah dengan gagah memasuki ruangan, diikuti prajuritnya yang sedang menggiring dua orang peri yang sepertinya sudah ditunggu sejak tadi.

Panglima perang melipat kakinya lalu menempelkan lutut kirinya di lantai pualam istana. Sementara lutut kanannya menyangga tangan kanannya. Kepala panglima itu menunduk dalam sebelum berkata, “Salam paduka raja. Kami sudah berhasil membawa pulang Putri Diff dari ras Kokkinon dan Pangeran Dash dari ras Mavron.”

Setelah panglima mundur dari hadapan rajanya, para prajurit mendorong paksa punggung Diff dan Dash. Lalu menekan bahu mereka berdua, hingga mereka berlutut di atas kedua lutut masing-masing. Kedua tangan mereka terikat ke belakang menempel pada punggung. Kesalahan ini benar-benar fatal hingga seakan menghapus gelar kebangsawanan mereka.

Raja ras Kokkinon bangkit dari singgasananya dan berjalan penuh wibawa dengan jubah merahnya yang mewah seperti batu ruby. Hentakan kakinya di lantai pualam membuat dua orang yang tertangkap itu semakin menundukkan kepalanya. Raja itu memicingkan matanya melihat percikan penyesalan di punggung mereka.

Diff menelan ludahnya. Ia melirik ke arah Dash yang tampak sedang melirik takut-takut ke arah raja ras Mavron yang sekaligus merupakan ayahnya. Diff tahu benar ayahnya tidak akan memberikan hukuman ringan terhadap semua yang melanggar peraturan hutan perbatasan. Tidak terkecuali. Sekalipun pelakunya adalah anaknya sendiri.

“Ayahanda...” ucap Diff dengan suara sendu. “Aku mohon jangan hukum Dash. Semua ini kesalahanku... aku yang“ Diff mulai tidak bisa menahan air matanya. “Aku yang salah karena sudah mengajaknya pergi ke ngarai melalui hutan perbatasan

“Itu tidak benar!” sela Dash cepat. Ia tidak mungkin membiarkan gadis yang dicintainya menanggung sendiri hukuman atas kesalahan yang mereka lakukan bersama. “Hukumlah saya, Yang Mulia Paduka raja bagi ras Kokkinon. Saya yang telah menculik Putri Diff dan membawanya ke hutan perbatasan yang terlarang itu. Saya mengaku salah. Maka hukumlah saya.”

“Jangan katakan hal seperti itu, Dash!” Diff menyentak keras hingga air mata di pipinya mengalir masuk di bibirnya.

“Jaga bicaramu, Putri Diff. Bersikaplah seperti seharusnya dirimu,” kata Raja ras Kokkinon dengan nada datar tapi menyimpan kemarahan yang besar.

Diff menundukkan kepalanya. Air matanya menetes ke lantai istana. Ia melihat ayahnya melangkah mundur ke arah singgasananya.

“Raja bagi ras Mavron, silakan Anda menyampaikan kata-kata untuk sang putra mahkota sebelum kita menentukan hukuman bagi mereka.”

Raja ras Mavron bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di hadapan Dash yang masih menundukkan kepalanya. Pria itu tampak berwibawa dengan jubah hitam gelap seperti warna rambutnya. Matanya tampak memancarkan aura kepemimpinan yang kuat.

“Maafkan saya, Ayahanda...” bisik Dash lirih. Penuh dengan penyesalan.

“Kau seorang putra mahkota, Dash. Dan kau melakukan hal yang mempermalukan keluarga kerajaan dan seluruh ras Mavron. Kau pantas dihukum,” kata Raja ras Mavron dingin.

“Maafkan saya, Ayahanda,” kata Dash lagi. Seakan mulutnya sudah diatur untuk hanya bisa mengatakan kalimat itu.

“Dash...” gumam Diff dengan bibir yang bergetar. Diff bisa melihat dengan jelas sayap transparan Dash yang terkulai lemas di punggung lelaki itu.

“Aku serahkan sepenuhnya hukuman bagi mereka kepadamu, Raja ras Kokkinon. Panglima kerajaan Anda yang berhasil menangkap kedua pemberontak ini.”

Dash menatap sendu ke arah Diff lalu tersenyum lemah. Diff membalas senyuman itu lalu menggerakkan bibirnya menggumamkan kata maaf tanpa suara. Baik Dash maupun Diff sudah mengira bahwa hari ini akan datang cepat atau lambat  mereka.

Diff menghitung dalam hati setiap langkah yang diambil ayahnya hingga kembali berhenti di hadapannya. Ia melirik ke arah Dash yang juga tampak pasrah sama seperti dirinya. Andai tangan Diff ini tidak terikat, ia ingin memeluk Dash yang mungkin untuk terakhir kalinya.

“Baiklah. Kalian berdua bersiaplah menerima hukuman ini.” Suara itu diucapkan datar tanpa intonasi berarti. Tapi terdengar begitu menggelegar di telinga Diff.

Raja ras Kokkinon mengulurkan tangannya lalu merapal mantar di bibirnya tanpa suara. Sedetik kemudian cahaya keunguan memancar keluar dari telapak tangan itu dan perlahan jatuh menyelimuti sekujur tubuh dua pendosa yang sedang menerima hukuman mereka. Teriakan pilu memekakkan telinga saat semakin tebal cahaya keunguan itu di sekeliling mereka. Sang Raja tiba-tiba membuat gerakan seperti mengenggam sesuatu di tangannya, kemudian mengacungkan tangannya ke udara dan dengan cepat menariknya kembali seperti melemparkan sesuatu ke tanah.

Beberapa detik terasa hening. Tidak terdengar suara teriakan apapun. Sehingga Raja mengibaskan tangannya perlahan hingga menghapus debu-debu bercahaya yang menyelimuti dua sosok yang kini tergeletak tak berdaya di lantai istana.

“Penjarakan mereka!” Perintah Raja ras Kokkinon denga suara yang menggema. Para prajurit yang mendengar perintah rajanya, bergegas melaksanakan hal tersebut tanpa banyak tanya.

Raja ras Kokkinon melirik telapak tangannya diam-diam. Dalam hati ia berharap semoga tidak seorangpun yang menyadari bahwa ia merapal mantra yang salah.

***

Diff tersadar dengan tubuh yang berbaring di atas tempat tidur dari semen yang dingin. Ia tersenyum masam. Jadi ini tempat yang akan menjadi kamarnya untuk selanjutnya. Tidak terlalu buruk dibanding kamarnya yang lama dengan ranjang besar berdipan emas.

Jemari Diff menyentuh dinding semen yang dingin dan teras lembap. Di ruangan yang sangat gelap ini, samar-samar Diff bisa melihat sekeping cermin retak terpasang di dinding. Ia menggerakkan kepala untuk melihat ke arah bulan yang bersinar keperakan melalui jendela kecil berjeruji.

Inikah akhir kisah cinta yang selama ini diperjuangkan? Diff tersenyum sinis pada dirinya sendiri. Kini ia tidak akan bisa melihat Dash untuk kedua kalinya. Lelaki itu pasti sudah ditempatkan dalam penjara pengap yang lain.

Diff?

Punggung Diff tersentak. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri saat ia merasa seperti mendengar suara Dash menyebut namanya. Telinga lancip Diff bergerak-gerak mencari sumber suara. Tapi tidak ada siapapun di ruangan sempit ini selain dirinya.

Diff...

Suara itu terdengar lagi sekarang. Bahkan terasa semakin nyata. Apa ini hanya ilusi semata? Fatamorgana yang dialami Diff karena merindukan Dash? Benarkah itu?

“Dash? Apa itu kau?” Diff memberanikan diri untuk bersuara. Walaupun ia terlihat seperti orang gila yang berbicara pada udara.

Syukurlah. Akhirnya kau mendengarku, Diff...

Suara Dash terdengar penuh kelegaan. Diff mengernyitkan keningnya dengan heran.

“Kau ada di mana, Dash? Kenapa kita bisa bercakap-cakap seperti ini?” Benak Diff masih dipenuhi tanda tanya. “Apa kau merasuki aku?”

Tidak terdengar suara Dash yang menjawab pertanyaan Diff.

“Dash? Apa kau mendengarku?” Diff kembali bersuara karena Dash tidak juga menjawab pertanyaannya.

Jika kau melihat bayanganmu di cermin, kau akan mengerti segalanya, Diff...

Mendengar hal itu, Diff cepat-cepat bangkit dari duduknya. Ia berjalan cepat ke arah cermin walaupun sedikit terhuyung. Sekujur tubuhnya masih terasa nyeri akibat menerima hukuman penuh penyiksaan tadi. Tangan Diff otomatis berpegangan pada dinding begitu ia tiba di depan cermin.

Coba lihat matamu, Diff!

Entah kenapa suara Dash terdengar begitu ceria padahal mereka sama-sama sedang di dalam penjara.

Mataku? Diff memicingkan matanya. Pandangannya masih sedikit kabur. Ditambah ruang penjara yang temaram, membuat Diff sedikit kesulitan untuk menatap pantulan bayangannya sendiri di cermin.

Oh Sedetik kemudian Diff baru menyadari perubahan pada mata kanannya. Mata itu tidak lagi berwarna merah menyala melainkan berwarna hitam. Dan Diff mengenalinya sebagai mata Dash!

“Dash... aku... apa ini berarti... ayahku... mungkin... ” Diff bingung untuk melanjutkan kata-katanya. Ia menangis karena merasa terlalu bahagia. Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.

Benar, Diff sayang. Kau dan aku sepasang suami istri sekarang.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D