Di sebuah kota primitif yang disebut Trivols, hiduplah seorang gadis yang bernama Luna. Ia adalah gadis yang sangat cantik dengan matanya yang berwarna hijau bagai zamrud, rambutnya yang pirang keemasan dan kulitnya yang putih. Sangat berbeda dengan penduduk lokal yang bermata hitam dengan kulit sawo matang.
Namun gadis
itu dikucilkan di kota itu karena bagi masyarakat Trivols, dia adalah pembawa
sial. Sejak kedatangannya ke kota Trivols, kekeringan, badai, longsor, banjir dan
kebakaran sering melanda kota tersebut. Bahkan beberapa orang yang berbicara
dengannya berakhir dengan menjadi batu. Akhirnya Luna dikurung dalam sebuah pondok
kecil yang dirangkai dari akar-akar beringin yang diletakkan di tengah-tengah
kota, sehingga masyarakat Trivols dapat menyaksikan gadis pembawa sial itu.
Dia berasal
dari negeri Arnstorn, negeri yang sangat jauh dari Trivols. Kedatangan Luna ke Trivols
adalah untuk melarikan diri. Di tempat asalnya, negeri para penyihir, Luna tak
mampu mengendalikan sihirnya. Setiap kali ia marah, ia akan mengubah lawannya
menjadi batu. Dan terakhir kalinya ia telah membuat pangeran yang dicintainya
menjadi batu.
Semua itu
bermula ketika Deborah, ibu Luna bertemu dengan John di sebuah toko buku di dekat rumah Deborah.
Kemudian John yang berdarah penyihir murni jatuh cinta pada pandangan pertama
pada Deborah. Dan dari buah cinta mereka lahirlah Luna, manusia yang memiliki
darah penyihir dalam tubuhnya.
Setelah
Deborah meninggal, John membawa Luna ke Arnstorn untuk bertemu dengan keluarga
John yang memang tidak mengetahui bahwa John memiliki anak dengan seorang
manusia. Dicela, dihina dan dikucilkan. Seperti itulah kehidupan Luna yang
berdarah setengah manusia.
Pada suatu ketika
ia memetik Apel di kebun milik neneknya dan ia bertemu dengan lelaki tampan
dengan matanya yang sebiru lautan, begitu menawan. Luna memperhatikan lelaki yang sedang asik memakan
buah milik neneknya tanpa ijin. Luna merasa seolah pernah melihatnya, namun
entah dimana.
“Siapa kau?”
Tanya Luna defensif. Lelaki itu segera berdiri menyembunyikan Apel yang di curinya.
“Ma– maafkan
aku.” Kata lelaki itu gelagapan. “Aku Ash, Ash Barclay.”
Ash.. Ash..
Ash.. Luna mengulang nama itu berkali-kali. Mencoba mengingat nama Barclay yang
rasanya tidak asing di telinganya. Barclay, Ash Barclay. Luna membelalakkan
matanya begitu menyadari siapa Ash Barclay.
“Maafkan aku
pangeran Barclay. Aku sudah lancang.” Kata Luna menundukkan kepalanya, memberi
hormat pada sang pangeran negeri Arnstorn. Ash pun kembali meminta maaf pada
Luna karena seharusnya dialah yang bersalah karena memakan milik orang lain
tanpa izin.
Sejak itu,
Ash sering bertemu diam-diam dengan Luna. Ini jelas hal yang salah, terlebih
Luna bukanlah murni darah penyihir sedangkan Ash adalah seorang bangsawan
penyihir. Dan lagi bagi masyarakat Arnstorn yang mengetahui bahwa Luna masih belum
bisa mengendalikan sihirnya serta sering kali mengubah orang-orang yang
ditatapnya menjadi batu ketika ia marah, membuat Luna semakin di rendahkan.
Namun Ash
yang begitu disegani oleh masyarakat, semakin lama justru semakin dekat dengan
Luna dan akhirnya mereka menjalin cinta secara diam-diam. Sang ratu yang
menyadari perubahan pada anaknya menyuruh orang untuk menyelidiki Ash. Hingga
ditemukan kenyataan bahwa Ash yang berhubungan dengan Luna membuat sang ratu
murka.
Luna pun
memutuskan hubungannya dengan Ash, namun Ash masih berusaha untuk
mempertahankan hubungan mereka. Suatu hari, Luna diminta bertemu dengan sang
ratu dan menerima hukuman karena merasa peringatan sang ratu tak diindahkan. Mengetahui
hal itu, Ash mencoba membantu Luna namun gadis itu menolaknya mentah-mentah
karena Luna tahu itu justru akan membuat hukumannya semakin berat.
Kemarahan
Luna memuncak setelah sepuluh cambukan diterimanya dan Ash masih saja keras
kepala untuk menemuinya. Kemudian tanpa ia sengaja, kemarahannya berakibat
fatal, lelaki yang dicintainya berubah menjadi batu. Bahkan ia tak tahu
bagaimana caranya mengubahnya kembali sebagai manusia. Setelah itu Luna
melarikan diri, hingga sampailah ia di kota Trivols. Kota yang justru
membuatnya terkurung dalam pondok sempit di tengah kota.
***
Gadis itu
masih menangis, sudah satu bulan ia dikurung di tempat ini, bertahan hidup
dengan makanan yang dilempar oleh masyarakat, membuatnya bagai seekor binatang.
Kemudian seorang lelaki datang menghampirinya.
“Kau baik-baik
saja?” Tanya lelaki itu. Mata hijau Luna berkilat marah mendengar pertanyaan
lelaki itu.
Sudah jelas aku tidak baik-baik saja! Kata Luna
dalam hati. Luna masih memandang lelaki itu, hendak menyihirya menjadi batu.
Namun sesuatu membuat Luna bingung, lelaki itu tidak berubah menjadi batu.
“Luna,
mengapa kau memandangku seperti itu?” Suara lelaki itu terdengar sedih.
“Siapa kau?”
Tanya Luna yang semakin bingung. Lelaki itu mengulurkan tangannya namun Luna
menampiknya lemah.
“Kemarilah
Lunaku sayang. Aku akan membawamu ke tempat dimana tak seorangpun akan merendahkanmu.” Kata lelaki itu mencoba
meraih jemari Luna. Luna akhirnya membiarkan lelaki itu meraih tangannya.
Sesaat kemudian kilatan cahaya putih terasa begitu menyilaukan, membuat Luna
memejamkan mata.
Sedetik
kemudian Luna membuka matanya secara perlahan. Mengedarkan pandangan ke salah
satu sisi di tempatnya berdiri. Hamparan bunga-bunga berwarna kuning tampak
begitu indah, air terjun tampak begitu deras dan segar. Luna memalingkah
wajahnya dari pemandangan indah di sekelilingnya dan memandang lelaki yang
masih menggenggam tangannya itu.
Luna
terperangah begitu melihat lelaki yang
tengah mengurai senyum di wajahnya. “Ash..” Bisiknya parau.
“Aku
merindukanmu Luna.” Kata Ash yang kemudian merengkuh gadis itu dalam
dekapannya.
“Bagaimana kau
bisa kembali seperti ini Ash?” Mata hijau Luna basah karena air mata yang tak
lagi terbendung olehnya. Ash mengusap air mata yang membasahi pipi Luna.
“Jangan
menangis sayang. Semua baik-baik saja. Darahmu yang setengah manusia akan
membuat kekuatanmu melemah saat bulan sabit dan hilang saat bulan baru.” Ash
kembali merengkuh gadisnya dengan kedua tangannya yang kuat.
“Maafkan aku
Ash, aku tidak bermaksud melakukannya.” Ujar Luna disela tangisnya.
“Sudahlah,
semua memang salahku. Jangan menangis Luna.” Ash mengecup dahi Luna dengan
lembut.
“Lalu
bagaimana kau bisa ada di sini?”
“Aku
menyamar, menyelinap keluar dari Arnstorn ketika aku mendengar kau ada di
Trivols. Yang ku tahu, masyarakat Trivols tak pernah menerima kulit putih. Jadi
aku merubah diriku menyerupai masyarakat Trivols.” Ash menyentuh wajah Luna
yang terlihat lebih tirus, tubuhnya pun semakin kurus.
“Luna,
apakah kau masih mencintaiku?”
Luna diam
untuk beberapa saat. “Ya Ash, aku mencintaimu.” Bisik Luna.
“Maukah kau
menikah denganku dan kita mulai hidup baru di kota ini?” Tanya Ash penuh harap.
Luna kembali
terdiam, membuat Ash mengernyitkan dahi dengan jantung berdebar. “Aku mau Ash.”
Senyum bahagia terpancar dari wajah Luna. Lelaki yang ia cintai, kota yang damai
nan indah dan masyarakat yang tak lagi akan merendahkan dirinya. Sempurna.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D