Jumat, 06 Februari 2015

Lunar


Di sebuah kota primitif yang disebut Trivols, hiduplah seorang gadis yang bernama Luna. Ia adalah gadis yang sangat cantik dengan matanya yang berwarna hijau bagai zamrud, rambutnya yang pirang keemasan dan kulitnya yang putih. Sangat berbeda dengan penduduk lokal yang bermata hitam dengan kulit sawo matang.

Namun gadis itu dikucilkan di kota itu karena bagi masyarakat Trivols, dia adalah pembawa sial. Sejak kedatangannya ke kota Trivols, kekeringan, badai, longsor, banjir dan kebakaran sering melanda kota tersebut. Bahkan beberapa orang yang berbicara dengannya berakhir dengan menjadi batu. Akhirnya Luna dikurung dalam sebuah pondok kecil yang dirangkai dari akar-akar beringin yang diletakkan di tengah-tengah kota, sehingga masyarakat Trivols dapat menyaksikan gadis pembawa sial itu.

Dia berasal dari negeri Arnstorn, negeri yang sangat jauh dari Trivols. Kedatangan Luna ke Trivols adalah untuk melarikan diri. Di tempat asalnya, negeri para penyihir, Luna tak mampu mengendalikan sihirnya. Setiap kali ia marah, ia akan mengubah lawannya menjadi batu. Dan terakhir kalinya ia telah membuat pangeran yang dicintainya menjadi batu.

Semua itu bermula ketika Deborah, ibu Luna bertemu dengan John  di sebuah toko buku di dekat rumah Deborah. Kemudian John yang berdarah penyihir murni jatuh cinta pada pandangan pertama pada Deborah. Dan dari buah cinta mereka lahirlah Luna, manusia yang memiliki darah penyihir dalam tubuhnya.

Setelah Deborah meninggal, John membawa Luna ke Arnstorn untuk bertemu dengan keluarga John yang memang tidak mengetahui bahwa John memiliki anak dengan seorang manusia. Dicela, dihina dan dikucilkan. Seperti itulah kehidupan Luna yang berdarah setengah manusia.

Pada suatu ketika ia memetik Apel di kebun milik neneknya dan ia bertemu dengan lelaki tampan dengan matanya yang sebiru lautan, begitu menawan. Luna  memperhatikan lelaki yang sedang asik memakan buah milik neneknya tanpa ijin. Luna merasa seolah pernah melihatnya, namun entah dimana.

“Siapa kau?” Tanya Luna defensif. Lelaki itu segera berdiri menyembunyikan Apel yang di curinya.

“Ma– maafkan aku.” Kata lelaki itu gelagapan. “Aku Ash, Ash Barclay.”
  
Ash.. Ash.. Ash.. Luna mengulang nama itu berkali-kali. Mencoba mengingat nama Barclay yang rasanya tidak asing di telinganya. Barclay, Ash Barclay. Luna membelalakkan matanya begitu menyadari siapa Ash Barclay.

“Maafkan aku pangeran Barclay. Aku sudah lancang.” Kata Luna menundukkan kepalanya, memberi hormat pada sang pangeran negeri Arnstorn. Ash pun kembali meminta maaf pada Luna karena seharusnya dialah yang bersalah karena memakan milik orang lain tanpa izin.

Sejak itu, Ash sering bertemu diam-diam dengan Luna. Ini jelas hal yang salah, terlebih Luna bukanlah murni darah penyihir sedangkan Ash adalah seorang bangsawan penyihir. Dan lagi bagi masyarakat Arnstorn yang mengetahui bahwa Luna masih belum bisa mengendalikan sihirnya serta sering kali mengubah orang-orang yang ditatapnya menjadi batu ketika ia marah, membuat Luna semakin di rendahkan.

Namun Ash yang begitu disegani oleh masyarakat, semakin lama justru semakin dekat dengan Luna dan akhirnya mereka menjalin cinta secara diam-diam. Sang ratu yang menyadari perubahan pada anaknya menyuruh orang untuk menyelidiki Ash. Hingga ditemukan kenyataan bahwa Ash yang berhubungan dengan Luna membuat sang ratu murka.

Luna pun memutuskan hubungannya dengan Ash, namun Ash masih berusaha untuk mempertahankan hubungan mereka. Suatu hari, Luna diminta bertemu dengan sang ratu dan menerima hukuman karena merasa peringatan sang ratu tak diindahkan. Mengetahui hal itu, Ash mencoba membantu Luna namun gadis itu menolaknya mentah-mentah karena Luna tahu itu justru akan membuat hukumannya semakin berat.

Kemarahan Luna memuncak setelah sepuluh cambukan diterimanya dan Ash masih saja keras kepala untuk menemuinya. Kemudian tanpa ia sengaja, kemarahannya berakibat fatal, lelaki yang dicintainya berubah menjadi batu. Bahkan ia tak tahu bagaimana caranya mengubahnya kembali sebagai manusia. Setelah itu Luna melarikan diri, hingga sampailah ia di kota Trivols. Kota yang justru membuatnya terkurung dalam pondok sempit di tengah kota.
***
Gadis itu masih menangis, sudah satu bulan ia dikurung di tempat ini, bertahan hidup dengan makanan yang dilempar oleh masyarakat, membuatnya bagai seekor binatang. Kemudian seorang lelaki datang menghampirinya.

“Kau baik-baik saja?” Tanya lelaki itu. Mata hijau Luna berkilat marah mendengar pertanyaan lelaki itu.

Sudah jelas aku tidak baik-baik saja! Kata Luna dalam hati. Luna masih memandang lelaki itu, hendak menyihirya menjadi batu. Namun sesuatu membuat Luna bingung, lelaki itu tidak berubah menjadi batu.

“Luna, mengapa kau memandangku seperti itu?” Suara lelaki itu terdengar sedih.

“Siapa kau?” Tanya Luna yang semakin bingung. Lelaki itu mengulurkan tangannya namun Luna menampiknya lemah.

“Kemarilah Lunaku sayang. Aku akan membawamu ke tempat dimana tak seorangpun  akan merendahkanmu.” Kata lelaki itu mencoba meraih jemari Luna. Luna akhirnya membiarkan lelaki itu meraih tangannya. Sesaat kemudian kilatan cahaya putih terasa begitu menyilaukan, membuat Luna memejamkan mata.

Sedetik kemudian Luna membuka matanya secara perlahan. Mengedarkan pandangan ke salah satu sisi di tempatnya berdiri. Hamparan bunga-bunga berwarna kuning tampak begitu indah, air terjun tampak begitu deras dan segar. Luna memalingkah wajahnya dari pemandangan indah di sekelilingnya dan memandang lelaki yang masih menggenggam tangannya itu.

Luna terperangah begitu melihat lelaki yang  tengah mengurai senyum di wajahnya. “Ash..” Bisiknya parau.

“Aku merindukanmu Luna.” Kata Ash yang kemudian merengkuh gadis itu dalam dekapannya.

“Bagaimana kau bisa kembali seperti ini Ash?” Mata hijau Luna basah karena air mata yang tak lagi terbendung olehnya. Ash mengusap air mata yang membasahi pipi Luna.

“Jangan menangis sayang. Semua baik-baik saja. Darahmu yang setengah manusia akan membuat kekuatanmu melemah saat bulan sabit dan hilang saat bulan baru.” Ash kembali merengkuh gadisnya dengan kedua tangannya yang kuat.

“Maafkan aku Ash, aku tidak bermaksud melakukannya.” Ujar Luna disela tangisnya.

“Sudahlah, semua memang salahku. Jangan menangis Luna.” Ash mengecup dahi Luna dengan lembut.

“Lalu bagaimana kau bisa ada di sini?”

“Aku menyamar, menyelinap keluar dari Arnstorn ketika aku mendengar kau ada di Trivols. Yang ku tahu, masyarakat Trivols tak pernah menerima kulit putih. Jadi aku merubah diriku menyerupai masyarakat Trivols.” Ash menyentuh wajah Luna yang terlihat lebih tirus, tubuhnya pun semakin kurus.

“Luna, apakah kau masih mencintaiku?”

Luna diam untuk beberapa saat. “Ya Ash, aku mencintaimu.” Bisik Luna.

“Maukah kau menikah denganku dan kita mulai hidup baru di kota ini?” Tanya Ash penuh harap.

Luna kembali terdiam, membuat Ash mengernyitkan dahi dengan jantung berdebar. “Aku mau Ash.” Senyum bahagia terpancar dari wajah Luna. Lelaki yang ia cintai, kota yang damai nan indah dan masyarakat yang tak lagi akan merendahkan dirinya. Sempurna.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D