Malam itu Karina, Ellen, Intan dan Adam berkumpul di rumah Karina untuk mencoba sebuah permainan baru yang ia temukan setelah membaca sebuah artikel di internet. Awalnya Karina ingin mencobanya sendiri, namun karena rasa persahabatan diantara mereka, Karina ingin membagi pengalaman tersebut dengan ketiga sahabatnya itu.
“Yang
ku baca, permainan ini namanya The Hideous Clarisse. Mirip seperti Bloody Marry.
Jika wanita yang kita panggil itu keluar, kita bisa minta apapun yang kita
inginkan padanya. Katanya sih, dulu dia cantik, tapi wajahnya dirusak pacarnya,
trus pas mati, arwahnya terjebak di cermin.” Jelas Karina pada teman-temannya.
“Lalu
apa nanti wanita itu tidak akan meminta apapun dari kita?” Tanya Adam
penasaran.
“Kurasa
tidak. Dan lagi itu hanya mitos, hanya 5 persen kemungkinan dia bisa muncul.”
Karina menjawab sesuai dengan yang ia baca. “Kita harus berdiri di depan kaca,
dalam keadaan gelap, kalau bisa kita gunakan kaca yang besar seperti itu.”
Karina menunjuk kaca besar yang tergantung di dinding kamarnya. “Kemudian kita
sebut namanya tiga kali.” Tambahnya.
“Tapi
aku takut. Jangan-jangan jika dia muncul, dia akan meminta sesuatu dari kita.”
Ellen mulai angkat bicara, merasakan keresahan dalam hatinya.
“Halah,
dia kan juga belum tentu keluar. Kita coba aja yuk. Siapa tahu aku bisa meminta
kak Johan jadi pacarku.” Gurau Intan yang memang sudah lama tergila-gila pada
kakak kelasnya itu.
“Apa
kalian siap untuk bermain ini?” Karina kembali memastikan kesiapan
teman-temannya meski sepulang sekolah tadi ia sudah memastikan bahwa
teman-temannya siap. Mereka bertiga mengangguk menyatakan kesiapan mereka.
Karina berjalan ke arah pintu kamarnya untuk mematikan saklar lampu kamar yang
ada di samping pintu kamarnya. Setelah keadaan gelap, mereka berempat berdiri
di depan kaca dengan bergandengan tangan satu sama lain.
“Clarisse..
Clarisse.. Clarisse.. Muncullah dihadapan kami.” Mereka berempat secara
bersamaan memanggil hantu Clarisse secara berulang-ulang. Sudah tiga kali mereka mengulang mantra tersebut
namun tak ada tanda-tanda kemunculan Clarisse.
“Clarisse..
Cla– “ Belum sempat mereka melanjutkan mantra itu sebuah benda di kamar Karina
terjatuh, membuat mereka berempat terperanjat dan menoleh pada asal suara meski
mereka tak dapat melihatnya. Adam menggoyang-goyangkan tangannya yang
menggenggam tangan Karina. Ia menyadari sesuatu yang muncul di cermin. Pandangan
mereka berempat pun kembali terfokus pada cermin yang menampilkan sesosok
wanita yang berwajah mengerikan dengan gaun putihnya yang terlihat kusam.
“Clarisse,
a– aku ingin Rendi ja– jadi pacarku.”
Kata Karina terbata-bata antara takjub dan takut melihat bayangan di
dalam cermin. Rendi adalah tetangga Karina yang pindah rumah dua tahun yang
lalu, ketika Karina menginjak kelas dua SMP. Ketampanan dan kebaikan Rendi
membuat Rendi memiliki tempat tersendiri di hati Karina.
Lewat
beberapa detik tak ada respon apapun yang dikeluarkan oleh bayangan di dalam
cermin itu. Hingga tangan wanita itu mulai terangkat, menunjuk gadis paling
cantik di antara mereka, Ellen. Ellen terperanjat ketakutan, tangannya dingin
dan gemetar. Namun dalam sekejap, wanita di dalam cermin itu menghilang tanpa
jejak. Intan yang terdekat dari saklar lampu segera menyalakannya.
“Apa
kau baik-baik saja?” Tanya Adam yang khawatir melihat Ellen terduduk lemas di
lantai. Tak ada jawaban dari Ellen untuk beberapa saat. Adam pun kembali
melontarkan pertanyaan yang sama pada Ellen.
“Tidak.
Apa kalian melihat wanita itu menunjukku?” Tanya Ellen dengan suara gemetar.
Ketiga temannya terdiam sejenak hingga Karina membuka mulut.
“Mungkin
kau salah lihat. Aku tak melihatnya menunjukmu.” Karina berbohong agar Ellen
tak ketakutan. Intan dan Adam pun ikut membenarkan kebohongan Karina.
“Syukurlah.”
Kelegaan menyelimuti Ellen. Mungkin
memang salah lihat, batin Ellen dalam hati. Jam dinding Karina sudah
menunjuk pada angka sembilan. Mereka bertiga segera berpamitan karena esoknya
mereka masih harus sekolah.
***
“Guys, kayaknya Clarisse memang bisa
ngabulin permohonan deh. Aku bisa dengan cepat dekat lagi dengan kak Rendi
setelah sekian lama tak berhubungan sama sekali.” Kata Karina girang. Karina
mendapatkan kemajuan pesat setelah seminggu meminta permohonan pada Clarisse.
Namun sebaliknya selama seminggu Ellen selalu tertimpa sial. Jatuh dari tangga
rumahnya, terpeleset di kamar mandi, bahkkan jatuh dari motornya.
“Asiknya,
aku juga pengen dong biar bisa jadian sama kak Johan.” Ujar intan iri.
“Memang
apa sih bagusnya pacaran? Belajar dong, kan mau UAS.” Canda Ellen yang tengah
asik membaca novel sambil mendengarkan percakapan teman-temannya.
“Makanya
cobain dong, betah banget jadi jomblo. Tuh si Adam kayaknya naksir kamu deh,
Len.”Balas Karina sambil mengarahkan matanya ke arah Adam yang tengah bermain
kartu di belakang kelas. Ellen hanya tertawa menanggapi gurauan Karina.
Sepulang
sekolah, empat sekawan itu berkumpul di kantin seperti biasa. Karina senang
bukan kepalang karena lelaki idamannya telah menyatakan perasaan padanya lewat
pesan singkat yang ia dapatkan setelah istirahat. Ellen, Intan dan Adam merasa heran
sekaligus kagum dengan cerita Karina.
“Aku
ingin mencobanya nanti.” Seru Intan gembira. Karina pun mengangguk dan
membanggakan temuannya tentang The Hideous Clarisse. “Ah.. aku mau pulang dulu.
Aku ada janji dengan ibuku.” Lanjut Intan setelah melihat jam di ponselnya.
“Ayo,
pulang sama-sama. Kita kan searah.” Karina menawarkan tumpangan pada Intan dan
mulai mengemasi barang-barangnya kemudian berpamitan dengan Ellen dan Adam.
“Ayo,
aku akan mengantarmu.” Kata Adam setelah kedua sahabatnya pergi. Ellen
mengangguk dan mengikuti Adam menuju parkiran motor. Perjalanan ke rumah Ellen
ditempuh dengan santai. Adam memang sengaja berlama-lama untuk membonceng
Ellen. Adam menghentikan motornya karena lampu hijau terlah berubah merah.
Sekilas Ellen melihat bayangan wanita buruk rupa itu di kaca spion motor Adam. Namun
Ellen mencoba menghalau segala pikiran buruknya.
Sebuah
truk dari arah berlawanan melaju kencang menerabas lampu merah sambil
membunyikan klaksonnya berkali-kali. Truk yang berjalan zig zag tersebut
akhirnya menghantam jajaran pengendara yang menanti lampu hijau. Delapan
pengendara motor terluka parah termasuk Adam. Namun nahas bagi Ellen, ia meninggal
saat itu juga. Helm milik Adam yang dikenakan Ellen terlepas, dan Ellen justru
melindungi kepala telanjang Adam dalam dekapannya.
Karina
dan Intan menangis tersedu-sedu di depan nisan milik sahabatnya itu. Adam tak
bisa bergabung dengan mereka berdua karena masih harus dirawat akibat patah
tulang yang didapatkannya dari kecelakaan nahas tersebut. Adam berkali-kali
menyalahkan hantu Clarisse lah penyebab Ellen meninggal dan sering kali ia
menghubungkan kematian Ellen dengan permintaan Karina yang dikabulkan di hari
yang sama. Namun semuanya telah terjadi. Selamanya Ellen pun tak akan pernah hadir
kembali lagi di antara mereka.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D