SELAMAT ANDA MENDAPATKAN HADIAH UTAMA
BERLIBUR KE THAILAND
Matanya terbelalak tak percaya dengan
apa yang dilihatnya. Lelaki itu tak menyangka ia akan mendapatkan hadiah
utamanya. Ia mengatupkan mulutnya yang membulat lebar, kemudian menarik sudut
bibirnya. Satu wajah terbayang dalam ingatannya. Abi. Gadis cantik yang telah
menjadi kekasihnya selama dua tahun terakhir.
Segera ditutupnya kembali amplop
coklat tersebut kemudian mengenakan sepatu dan melangkahkan kakinya terburu-buru
ke sebuah agensi model tempat Abi bekerja. Dengan nafas terengah dan detak
jantung yang berdetak cepat, akhirnya ia sampai ke meja resepsionis yang
disambut oleh gadis cantik berambut pirang gelap.
“Bisa aku bertemu dengan Abigail?” Ia
mengambil nafas untuk melanjutkan kata-katanya. “Katakan padanya, Nico ingin
bertemu.” Ujarnya lega setelah menyelesasikan kata-katanya. Gadis itu tersenyum
dan meminta Nico untuk duduk di sofa yang dikhususkan untuk menerima tamu.
Seorang gadis berambut ikal panjang
dengan wajah yang begitu menawan serta berperawakan sempurna melangkahkan
kakinya dengan anggun menuju sofa tempat Nico menunggu. Gadis itu cemas begitu
melihat lelaki itu memejamkan matanya, dengan nafas terengah-engah serta
butir-butir keringat yang menetes melewati pelipisnya. Lelaki itu mencoba
bersantai menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dengan melipat tangannya
di bawah kepala.
“Nico.. Ada apa denganmu?” Tanya Abi
duduk di samping kekasihnya, mengelap keringat Nico dengan selembar tisu yang
ia ambil dari meja. Nico segera membuka matanya begitu mendengar suara lembut
kekasihnya.
“Abi, kau tak akan percaya ini.” Kata
Nico sambil membuka tasnya, mengambil sebuah amplop untuk kekasihnya. Abi
meraih amplop itu kemudian membukanya perlahan. Matanya terbelalak tak percaya
melihat tulisan yang ada di dalam amplop tersebut. Thailand. Sebuah negara yang sangat ingin Abi kunjungi. Abi
berhambur ke pelukan Nico, berkali-kali mengucapkan terima kasih pada Nico
karena impiannya akan segera terwujud.
***
Nico telah sampai di bandara terlebih
dahulu. Ia duduk di bangku panjang, menunggu gadisnya datang sambil memainkan
ponselnya. Membayangkan indahnya mengelilingi Thailand bersama gadis yang
dicintainya membuat Nico tak sabar lagi. Jam sembilan harusnya mereka berdua
telah check-in, namun rupanya Abi
terlambat. Nico melihat jam yang melingkar di tangannya dengan cemas karena
gadisnya tak kunjung datang. Sedetik kemudian ponselnya berbunyi. Abi. Nico menekan tombol hijau di
ponselnya.
“Nico, maafkan aku. Aku harus
menggantikan Leah. Aku tak bisa berangkat denganmu. Aku mohon maafkan
aku.” Isakan tertahan terdengar jelas di
telingan Nico. Ia mendesah kecewa.
“Tapi ini liburan kita. Itu yang kau
tunggu-tunggu dari dulu. Ini Thailand, Bi. Thailand.” Suara Nico seoktaf lebih
tinggi. “Tidakkah bisa kau tidak mengorbankan dirimu untuk orang lain?” Nico
mencoba menurunkan suaranya.
“Maaf Nico. Leah kecelakaan dan hanya
aku yang bisa menggantikannya. Maafkan aku Nico.” Isakan gadis itu semakin
terdengar jelas. Nico memejamkan mata mencoba meredam amarahnya. Ia tahu
gadisnya memang akan selalu begitu. Tanpa menghiraukan permintaan maaf Abi, Nico
menutup telponnya.
Nico telah duduk di kursi dengan
nomor yang tercantum pada tiketnya. Ia memandang geram pada kursi kosong di sampingnya.
Harusnya saat ini Abi ada di sampingnya, namun segalanya berantakan. Nico
mengumpat kesal, mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih.
***
Nico menuju ke pintu keluar bandara. Matanya
memandang sekeliling bandara yang dipenuhi tulisan aneh tak terbaca. Ia bingung
dengan apa yang harus ia lakukan sekarang. Akhirnya matanya bertemu dengan
seorang gadis mungil dengan rambut panjangnya yang terurai rapi, membawa sebuah
kertas putih bertuliskan Nicolas dan Abigail, Indonesia. Nico segera melangkah
mendekati gadis itu.
“Excuse
me.” Kata Nico. “I’m Nico from
Indonesia.” Lanjutnya dengan bahasa Inggris yang tidak terlalu fasih.
“Sàwàtdee
kâ1..Yindi tonrab su prathethai.2” Gadis itu sedikit
membungkuk, memberi salam pada lelaki di depannya. Nico hanya menganggukkan
kepalanya sambil mengerutkan dahi karena tidak mengerti.
“You
are.. em..?” Nico yang bermasalah dengan bahasa Inggrisnya, bermaksud
menanyakan apa gadis ini guidenya.
Namun sepertinya otaknya membeku karena AC pesawat yang cukup dingin, sehingga
ia tak dapat mengucapkan apa yang ia maksud.
“Panggi saya Sunee, khun3.” Kata gadis itu lembut. “Saya akan
menemani khun selama seminggu di
Thailand.” Lanjutnya dengan bahasa Indonesia yang fasih kemudian ia mengedarkan
pandangan ke sekeliling Nico. “Abigail?” Tanya gadis itu begitu tak melihat
orang lain disamping Nico. Nico menggeleng pelan.
“Aku sendiri.” Nada kecewa terdengar
jelas dalam suara Nico. “Beruntungnya aku, kau bisa berbahasa Indonesia.”
Kelegaan menyelimuti Nico. Sebelumnya ia hendak menggantungkan bahasa Inggris
dan sedikit bahasa Thailand yang dikuasai Abi, namun karena rencana yang batal
tiba-tiba, Nico benar-benar tidak mengerti apa yang harus ia lakukan.
“Saya belajar bahasa Indonesia sudah
lima tahun, tapi saya masih belum terlalu bisa dengan bahasa yang sulit.” Sunee tersenyum kemudian mempersilahkan
Nico untuk mengikutinya menuju hotel untuk tempat Nico menginap.
Sebuah hotel berdiri megah di tengah
ibu kota Thailand. Sunee memandu Nico untuk melangkah memasuki lobby dan segera menuju lift untuk
menuju kamar Nico. Sebuah deluxe room yang
bisa dibilang cukup mewah untuk hadiah undian gratis. Nico melemparkan pandangan
di sekeliling kamar, memandang kamar luas yang didominasi warna coklat dan krem
itu. Abi. Ia teringat gadisnya. Rasa kecewa dan marah kembali menyeruak dari hati
Nico.
“Istirahatlah, khun. Aku akan menjemputmu saat makan malam nanti.” Ujar gadis itu
lembut, membuat Nico kembali teringat pada kelembutan Abi. Setelah Sunee
menutup pintu, Nico merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk yang terlalu luas
untuknya sendiri. Harusnya ada Abi disampingnya sekarang. Nico meraih ponselnya
memandang fotonya bersama Abi yang ia pasang sebagai wallpaper ponselnya. Ia mencoba untuk menghubungi gadis itu. Namun
sayang ponselnya tidak aktif. Nico mengumpat kesal kemudian memutuskan untuk
tidur karena perjalanan panjangnya begitu melelahkan.
***
“Khun
Nico, kau di dalam?” Suara seorang gadis mengetuk pintu berkali-kali membuat
Nico perlahan membuka matanya. Niko melangkah gontai untuk membuka pintu.
Seulas senyum simpul menyambut Nico yang mencoba mengumpulkan kesadarannya.
“Ah, Sunee. Maafkan aku. Aku
tertidur. Masuklah aku akan bersiap-siap.” Kata Nico sambil mengusap matanya.
Sunee pun masuk dan duduk di sebuah sofa di sudut ruangan. Hanya sepuluh menit,
Nico sudah bersiap rapi untuk makan malam.
“Mau makan malam dimana?” Tanya Nico.
“Aku punya tempat yang bagus.” Kata
Sunee dengan senyum lebarnya yang menawan. Nico tak bisa melepaskan
pandangannya dari wajah cantik gadis di hadapannya. Entah mengapa gadis itu
membuatnya begitu terpesona dengan kecantikan dan kelembutannya. Mereka tiba di
sebuah restoran yang menyediakan berbagai macam makanan khas Thailand. Setelah
bergulat cukup lama dengan hatinya, akhirnya malam ini Nico memutuskan untuk
memesan Tom Yum4, karena ia pernah beberapa kali melihat Abi memasak
mie instan rasa Tom Yum.
“Mengapa kau sendirian, khun?” Tanya Sunee memecah suasana
hening dia antara mereka berdua. Nico terdiam sejenak mendengar pertanyaan
Sunee yang membuyarkan lamunannya tentang gadis itu.
“Oh– temanku ada kepentingan
mendadak.” Kata Nico yang merasa janggal menyebut Abi sebagai teman.
“Kupikir khun bersama pacar.” Goda Sunee sambil menerima pesanan yang
dihidangkan oleh pelayan.
“Ah– tidak, kebetulan aku tidak punya
pacar.” Nico telah membicarakan sebuah kebohongan dengan lancar. “Apa sejak
tadi kau memanggilku khun?” Lelaki
itu mencoba mengalihkan pembicaraan. Sunee mengangguk.
“Itu seperti mister, khun Nico.”
Jelasnya singkat. “Besok aku akan mengajakmu ke suatu tempat yang bagus. Besok pagi aku akan menjemputmu, khun.” Pembicaraan santai mereka
berlanjut. Segala percakapan yang begitu menyenangkan dan kelembutan Sunee,
membuat Sunee tampaknya mendapatkan tempat tersendiri di hati Nico.
***
Tanpa terasa empat hari telah
dihabiskan Nico bersama Sunee mengelilingi ibu kota Thailand, Bangkok. Keindahan
Siam Ocean World yang mirip dengan Sea World, Dream World Garden, Siam Ancient
City dan Wat Arun dan beberapa tempat lain telah selesai mereka kunjungi.
Siang itu setelah mengunjungi Grand
Palace, mereka berdua melanjutkan perjalanan wisata mereka dengan tuk-tuk5, menuju ke sebuah tempat
yang dikelilingi dengan tembok tinggi berwarna putih yang Sunee sebut Wat Pho. Siang
yang begitu terik membuat tenggorokan Nico kering dan memutuskan untuk meminum
kelapa muda yang dijajakan di seberang pintu gerbang.
Setelah mereka melewati gerbang masuk,
Sunee membawa Nico menuju sebuah kuil besar yang di dalamnya terdapat patung
Budha yang sedang berbaring dengan tangannya yang menyangga bagian kepala.
Suara nyaring bergema ke seluruh ruangan menarik perhatian Nico. Sadar dengan
rasa pnasaran Nico, Sunee menarik tangan Nico mendekati asal suara.
“Kau punya koin?” Tanya Sunee
tiba-tiba. Nico menggeleng. “Tunggu disini sebentar.” Kata Sunee sambil
berjalan meninggalkan Nico. Sunee menukar 20 baht6 untuk ditukar dengan segenggam koin. Kemudian
Sunee memberikan koin tersebut pada Nico.
“Untuk apa?”
“Masukkan ke situ.” Sunee menunjuk
kaleng yang berjajar di belakang patung Budha. “Orang bilang, itu bisa
mendatangkan keberuntungan untukmu.” Jelasnya dengan bersemangat. Nico pun
mengikuti perintah Sunee dan memasukkan koin-koin tersebut ke dalam kaleng-kaleng
yang dimaksudkan Sunee.
Perjalanan yang cukup melelahkahkan
ditutup dengan sepiring nasi hangat yang disajikan bersama kari hijau di sebuah
restoran kecil di ujung jalan dekat hotel. Setelah makan malam, Nico memutuskan
untuk segera kembali ke hotel dan mengistirahatkan tubuhnya yang begitu lelah.
“Terima kasih untuk hari ini.” Nico
yang berdiri di depan pintu kamarnya, memandang lekat-lekat gadis semampai di hadapannya.
“Sama-sama Nico. Sampai jumpa besok.” Sunee menarik bibirnya, mengurai senyum
simpul untuk menutupi rasa lelahnya. Nico melangkah lebih dekat, menghapus
jarak di antara mereka. Sedetik kemudian Nico mendekatkan wajahnya dan
menempelkan bibirnya pada bibir Sunee, merasakan kelembutannya. Gadis itu
bergeming, membalas ciuman Nico untuk beberapa saat. Dering ponsel milik Nico
mengagetkan mereka berdua.
“Maafkan aku. Permisi.” Sunee berbalik berjalan terburu-buru meninggalkan Nico.
Kemudian diraihnya ponsel yang berdering nyaring dalam saku celananya. Abi.
***
Kejadian semalam membuat Nico tak
bisa tidur dengan nyenyak. Bayang-bayang Abi menghantuinya sepanjang malam.
Nico juga tak tahu bagaimana ia harus menghadapi Sunee pagi ini. Tindakan
impulsifnya membuat dirinya berada dalam posisi yang sulit. Suara ketukan di
pintu membuyarkan lamunannya, segera ia membuka pintunya dan bermaksud meminta
maaf pada Sunee atas tindakannya semalam.
“Kau sudah siap? Hari ini aku akan
mengajakmu ke Chatuchak.” Kata gadis itu dengan wajah berseri seolah tak pernah
terjadi apapun. Kata maafnya yang hendak diucapkan Nico seolah kembali tertelan.
Ia pun segera menanggapi seolah memang tak ada yang terjadi sebelumnya.
Chatuchak, sebuah pasar yang sangat
luas yang dibuka setiap sabtu dan minggu tersebut begitu ramai oleh turis dan
masyarakat lokal. Nico meraih tangan Sunee, menggandengnya agar tak terpisah.
Cukup lama mereka berputar-putar hingga langkah Sunee terhenti di depan kios
yang menjual pernak pernik wanita. Sebuah kalung berbentuk bulan sabit menarik
perhatiannya. Sunee menyentuhnya dengan tatapan berbinar.
“Berapa harganya?” Tanya Nico dengan bahasa Inggris yang terbata-bata.
“600 baht, khun.” Kata sang penjual. Tanpa menawar, segera Nico
membayarnya. Kemudian memasangkan kalung tersebut ke leher Sunee.
“Terima kasih, Nico. Ini sangat
indah.” Kata Sunee mengurai senyum bahagia di wajahnya.
Masih di lorong pernak pernik, Sunee
menghentikan langkahnya tiba-tiba. Ia meraih sebuah topi kemudian memasangkan
topi tersebut di kepala Nico. Sunee tersenyum, terpesona pada lelaki di hadapannya.
Seolah tersadar akan sesuatu, Sunee segera mengeluarkan dompetnya untuk
membayar topi tersebut.
“Foto siapa itu?” Tanya Nico spontan
begitu melihat foto seorang lelaki terpajang di dompet Sunee.
“Ah bukan siapa-siapa.” Jawab Sunee
cepat sambil menyodorkan uang pada sang penjual. Rasa penasaran perlahan
menjalar di hati Nico. Namun ia segan bertanya lebih lanjut pada Sunee. Mereka
kembali melanjutkan perjalanan untuk berkeliling Chatuchak hingga langkah mereka
terhenti di depan seorang lelaki tampan yang menghadang perjalanan mereka.
“Sunee..” Lelaki itu terkejut melihat
Nico dan Sunee yang tengah bergandengan tangan. Sunee segera melepaskan tangan
Nico. “Rupanya kau sudah mendapatkan seorang lelaki tampan?” Nada sindiran terdengar
dari suara lelaki itu dengan bahasa Thailand yang tidak di mengerti Nico.
“Mau apa kau?” Tanya Sunee ketus.
“Ada apa ini?” Tanya Nico dengan
bahasa Inggris karena tak mengerti percakapan mereka.
“Kau tidak tahu khun? Pacarmu itu seorang ladyboy.”
Gelak tawa terdengar nyaring, membuat wajah Sunee merah padam dan berlari
meninggalkan Nico. Nico bergegas menyusul Sunee yang ada beberapa meter di
depannya. Nico berhasil mengejar gadis itu dan menarik tangannya, merengkuhnya
kedalam pelukan NIco. Isakan tertahan pun akhirnya terdengar oleh telinga Nico.
Nico membelai punggung Sunee untuk menenangkannya.
Nico memutuskan untuk segera
mengakhiri perjalanannya siang ini dan kembali ke hotel. Sunee dengan suasana
hatinya yang memburuk terlihat lebih pendiam dari biasanya.
“Apa kau ingin bercerita?” Nico
menyodorkan sebotol air mineral pada Sunee.
“Kumohon jangan menganggapku
menjijikkan.” Kata Sunee memandang Nico lekat-lekat. Nico mengangguk, bersiap
menajamkan kedua telinganya untuk Sunee. “Kau ingat foto di dompetku?” Sunee
memulai.
“Pacarmu? Mantan pacarmu?” Nico
mencoba menebak, namun Sunee menggeleng,
“Dia Ped.” Sunee menghembuskan nafas
yang seolah semakin mencekiknya. “Dia adalah aku tiga tahun yang lalu.” Nico
mengerutkan dahi, menuntut Sunee untuk bercerita lebih. “Sejak aku sekolah,
teman-temanku menindasku karena aku lelaki yang tidak jantan. Sikapku memang
cenderung seperti seorang wanita. Lalu setelah aku lulus sekolah, aku
memutuskan untuk melakukan transgender.”
Kata Sunee mengakhiri kalimatnya. Mulut Nico menganga tak percaya.
“Kau laki-laki?” Nico mencoba
meyakinkan Sunee dengan nada sehalus mungkin. Sunee mengangguk. Istana yang
telah mulai dibangun untuk Sunee di hati Nico pun runtuh seketika. Sunee seolah
telah menggodam kepala Nico, membuat kepalanya terasa begitu sakit.
“Aku tak bermaksud membohongimu, aku
hanya ingin melupakan masa laluku yang buruk. Maafkan aku Nico.” Mata Sunee
kembali berkaca-kaca. “Maaf, aku harus pulang.” Sunee segera meninggalkan Nico
yang duduk terdiam di ujung ranjangnya.
***
Jam menunjukkan pukul sembilan pagi.
Masa liburan Nico telah habis, dan ia harus segera kembali ke Indonesia. Sunee
telah menunggu di lobby dengan sebuah
taksi yang tengah menunggu mereka di luar pintu masuk hotel.
“Sudah siap, Nico?” Tanya Sunee
begitu melihat Nico telah berdiri di hadapannya dengan menenteng ranselnya.
Nico memandang Sunee lekat-lekat. Sial!
Gadis secantik ini adalah laki-laki, batin Nico geram.
“Hello,
kau siap?” Tanya Sunee sekali lagi. Nico terkesiap dan mengangguk, lantas
berjalan bersama Sunee menuju taksi. Taksi telah terparkir di bandara. Kini
saatnya Nico kembali ke rutinitasnya setelah petualangan seminggunya di
Thailand.
“Kòrp
kun kràp7.” Kata Nico melafalkan sebuah kalimat dengan bahasa
Thailand yang sempat dipelajarinya yang berarti terima kasih.
“Sama-sama Nico. Aku minta maaf atas segala kejadian yang tidak terduga yang telah
terjadi.” Sunee memberikan sebuah bingkisan pada Nico. Kemudian Sunee mendekat
dan berjinjit sedikit mengecup pipi Nico dan membuat Nico terkesiap.
“Apa ini? Ah.. tapi terima kasih
banyak Sunee. Terima kasih atas bantuanmu selama aku disini.” Nico melebarkan
senyum di bibirnya, kemudian melambaikan tangan pada Sunee. “Selamat tinggal
Sunee, senang berjumpa denganmu.”
“Selamat tinggal Nico.”
Nico mengusap kasar pipinya, perasaan
geram muncul dalam hatinya. Kenyataan bahwa ia telah mencium seorang laki-laki
bahkan menaruh hati padanya membuatnya semakin merasa bersalah pada Abi,
kekasihnya.
Setelah ia sampai ke Indonesia,
seorang gadis yang ia kenal telah berdiri menunggunya dengan senyum yang
menghiasi bibirnya. Nico segera berhambur memeluk gadis itu, menumpahkan segala
kerinduannya pada gadis itu.
“Abi, aku merindukanmu. Maafkan aku.”
Kata Nico dengan memeluk erat Abi.
“Aku juga, sayang. Untuk apa kau
meminta maaf?” Tanya Abi yang jarang mendengar Nico meminta maaf padanya.
Maaf karena aku sempat mengkhianatimu bersama seorang lelaki, batin Nico tanpa berani menyuarakannya di telinga Abi.
Maaf karena aku sempat mengkhianatimu bersama seorang lelaki, batin Nico tanpa berani menyuarakannya di telinga Abi.
“Aku mencintaimu.” Bisik Nico di
telinga Abi.
TAMAT
1. Salam, seperti halo. Diucapkan
oleh perempuan.
2. Selamat datang di Thailand.
3. Tuan (Mr.)
4. Makanan (sup) khas Thailand.
5. Kendaraan umum roda 3 di Thailand,
seperti bajaj.
6. Mata uang Thailand.
7. Terima kasih. Diucapkan oleh
laki-laki.
JIKA ADA SALAH, MOHON DI KOREKSI J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D