Jumat, 08 Mei 2015

Love For Money part 5 (End)


Pernikahan? Mengapa Johnnie menanyakan tentang itu?

Aku masih terdiam, namun lelaki itu tampaknya tak cukup bersabar untuk segera mendengarkan ceritaku. Sejujurnya aku belum siap dan tak berniat untuk mengatakan semua ini pada siapapun, apalagi Johnie. Aku tahu dia pasti akan marah besar padaku.

“Bicara apa kau ini?” Aku tertawa, menutupi perasaan gugupku di hadapan Johnie. “Tidak Johnie, tak ada yang ku sembunyikan darimu.” Jantungku berdegup kencang. Aku menggaruk telapak tanganku dengan ibu jariku. Kebiasaan yang kulakukan ketika aku merasa gugup.

“Jangan bohong. Aku tahu kebiasaanmu ketika kau bohong. Apa yang kau sembunyikan dariku Stella?” Johnie terus menuntut jawabanku. Kurasa ini menjelaskan sesuatu mengenai tabiatnya. Mendengar kata tidak bukanlah keahliannya. Atau lelaki ini memang dilahirkan dengan keingin tahuan yang begitu besar di dalam dirinya.

“Apa yang ingin kau ketahui dariku Johnie? Kau tahu semua tentangku.”

“Tidak. Hingga detik ini aku tak tahu apa pekerjaanmu, sampai aku mendengar gosip miring tentang kau dan pekerjaanmu. Lalu Henry, Hanny, atau siapa itu lelaki yang pernah kupukul di depan gereja, dia mengatakan padaku bahwa Anastasia akan menikah dengannya? Apa maksud semua ini, Stella? Apa yang kau sembunyikan dariku?”

Sebanyak itukah yang ia ingin tahu dariku? Meski nada bicaranya cenderung datar, tapi entah, sesuatu di dadaku terasa begitu sakit. Apakah ciumannya berpengaruh sedahsyat ini untukku?

“Apa yang mereka katakan tentangku?”

“Sesuatu yang tidak cukup baik untuk dikatakan. Sekarang ceritakan semuanya padaku.”

“Kau tidak perlu tahu Johnie. Aku ingin melakukan apa yang ingin kulakukan.”

“Dengan menjadi pelacur?”

Apa telingaku telah mendengar sesuatu yang salah? Pelacur?

“Apa maksudmu?” Bentakku dengan nada kasar. “Kalau kau tak tahu, sebaiknya kau tak perlu sok tahu! Jaga bicaramu John!” Mataku mulai berkaca-kaca. Jika hal itu terdengar dari mulut James atau Harry, aku tak peduli. Lain halnya jika itu kudengar dari lelaki yang kucintai.

“Aku mendengarnya dari Elisa. Kau menggunakan tubuhmu untuk mendapatkan uang dari lelaki-lelaki kaya itu bukan? Karena itu kau selalu bekerja dengan pakaian seksi? Karena itukah kau mengijinkan lelaki tempo hari itu menyentuhmu? Berapa mereka membayarmu? Apa aku juga perlu membayarmu untuk menikmati tubuhmu, ha?”

Plak!

Sebuah tamparan melayang pada wajah Johnie. Dia pantas mendapatkannya karena mulut sialannya itu terus saja menyakiti hatiku.

“Teruskan saja bicaramu itu, brengsek!” Air mataku tak lagi terbendung. Lelaki ini sudah terlalu menyakitiku. “Elisa? Mantan kekasihmu itu? Mengapa kau percaya begitu saja pada perempuan licik itu padahal jelas kau tahu dia sangat membenciku?”

“Stell—”

“Oh, atau jangan-jangan ciuman tadi siang itu hanya karena kau menganggapku pelacur dan kau bebas menginjak-injak harga diriku? Begitu?”

“Stella aku—”

“Sepicik itukah pikiranmu terhadapku? Jika kau ingin tahu lebih banyak lagi, dengan senang hati aku akan memberi tahumu. Jika kau ingin tahu apa pekerjaanku, akan kuberi tahu. Aku adalah seorang penjahat yang menggunakan kelemahan orang lain untuk mendapatkan uang. Kau tahu untuk apa uang itu?” Aku menunggu respon lelaki yang tengah terdiam bagai anak kucing yang hendak diterkam oleh seekor anjing.

Hening.

“Untukmu! Untukmu yang selalu meminta uang untuk perjudianmu. Lalu apa kau tahu tentang pernikahanku dengan Harry? Ya, karena aku meminta uang padanya dengan syarat menikahinya, untuk menebusmu dari penjara!” Aku mengusap air mataku yang terus mengalir membasahi wajahku. Lelaki itu mendekatiku, menyentuh kedua lenganku dengan tangannya yang besar, namun aku menepisnya.

“Semua itu kulakukan untukmu Johnie. Untukmu! Sekarang keluar kau dari rumahku John. Aku tak ingin melihatmu.” Aku mendorongnya keluar, mengusirnya dari rumahku. Aku benar-benar tak berharap untuk melihat wajahnya untuk sementara waktu.
***
Aku memeluk boneka yang diberikan oleh Johnie tahun lalu saat ulang tahunku. Aku tak habis pikir lelaki itu bisa mendapatkan ide brilian untuk membuatku terluka. Aku terus menangis hingga perlahan aku pun terhanyut dalam lelapku.

“Maafkan aku Stel.” Sebuah suara mengejutkanku yang tengah memimpikan Johnie. “Hanya saja aku cemburu melihatmu bersama lelaki lain.”

“Bagaimana kau bisa masuk kerumahku?” Tanyaku sengan suara sengau.

“Aku memperbaiki pintumu dan aku masih punya kunci cadangannya.” Ia menarik tanganku agar aku bersedia menatapnya. “Maafkan aku Stella. Aku memang lelaki yang tak berguna. Aku selalu menyusahkanmu dan aku selalu menyakitimu.”

Entah mengapa aku tak pernah bisa terlalu lama marah pada Johnie. Semakin aku menghindarinya, semakin aku akan merindukannya. Aku bangun dari ranjangku, memeluknya yang duduk di bibir ranjangku. Aku selalu menyukai aroma ini. Aroma musk yang bercampur dengan aroma tubuhnya.

“Jika aku mengembalikan uang Harry, bisakah kau membatalkan pernikahanmu dengannya?”

“Tapi uang yang kubawa sangat banyak.”

“Berapa?”

“Empat ratus juta.”

Johnie menghela nafas beratnya, tangan kekarnya masih memelukku dengan erat. Ini adalah salah satu tempat yang ingin kutinggali seumur hidup. Berada dalam dekapan orang yang sangat kucintai.

 “Jika aku membayarnya kembali, maukah kau menikah denganku?” Kata-kata Johnie terdengar sedikit aneh di telingaku.

“Apa kau sedang membayarku untuk menikahimu?” Tanyaku sarkastis.

“Jangan salah paham Stella. Berikan aku kesempatan, aku bersumpah akan memperbaiki hidupku dan aku akan menikahimu.”

“Kenapa?”

“Karena aku mencintaimu, Stella.” Mendengar kalimat itu terucap dari bibir Johnie membuatku bagai disiram oleh seember air dingin. Aku kembali memeluk Johnie, lelaki yang selalu mendapatkan hatiku.

“Aku juga mencintaimu Johnie.”
***
Sudah dua tahun berlalu sejak saat itu. Hutangku pada Harry telah terbayar lunas. Bisnis narkoba Johnie memberikan keuntungan sebanyak tiga ratus juta dalam sebulan. Sisanya? Tentu aku harus memeras musuhku. Pekerjaan bersih tak akan mampu menghasilkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat.

Tapi itu sudah lama. Kami tak lagi menggeluti dunia kriminal setelah uang Harry lunas terbayar. Kami hanya membangun sebuah kedai kecil yang semakin hari semakin ramai. Sesuai dengan janjinya, Johnie telah berubah. Ia bekerja pada sebuah perusahaan kontraktor, menabung jirih payahnya untuk pernikahan kami.

“Stella, apa kau sudah siap, sayang?” Tanya ibu Johnie yang telah berdandan dengan sangat cantik. Gaun pink pucatnya membalut tubuh langsingnya dengan pas. Rambutnya disanggul kebelakang dengan gaya modern yang menyisakan beberapa rambut yang menjuntai di samping wajahnya.

“Ibu, kau begitu cantik.” Aku tak berhenti memandang seseorang yang akan menjadi ibuku ini.

“Kau juga terlihat sangat cantik, sayang.”

Aku menatap pantulan wajahku yang nampak berseri-seri. Semburat kemerahan menghiasi wajahku yang akhir-akhir ini terasa semakin bulat. Sebuah gaun putih menjuntai dengan anggun membalut tubuhku. Senyum yang tak henti-hentinya menghiasi wajahku membuat orang-orang di sekelilingku ikut tersenyum bahagia untukku.

“Cepatlah. Sepuluh menit lagi acaranya di mulai.”

“Tentu nyonya. Sedikit lagi.” Ujar perias yang merapikan rambutku dan memasangnya dengan sebuah mahkota yang dipenuhi bunga-bunga cantik.

“Sudah siap?” Sebuah suara maskulin yang terdengar berat mengagetkanku.

“Sudah paman.” Paman Sam. Adik ibuku yang jauh-jauh datang dari desa untuk menjadi wakil dari ayahku, mengantarku ke altar untuk bertemu dengan Johnie.

“Lihatlah, kau secantik ibumu dulu. John akan terpesona melihatmu.” Goda paman Sam yang membuatku semakin merona.

Aku menggandeng paman Sam menuju seseorang yang tengah menantiku di ujung karpet merah ini. Seseorang yang begitu tampan yang selalu kuimpikan untuk bisa bersanding dengannya.

Lelaki itu memandangku tanpa berkedip barang sejenak. Membuatku ingin tertawa terpingkal-pingkal.

“Kau sangat cantik.” Ujar Johnie begitu ia meraih tanganku.

“Kau juga sangat tampan.” Bisikku pelan.

Hari ini, mimpiku menjadi nyata. Di depan pastor kami mengikrarkan sumpah setia kami. Upacara pernikahan yang diakhiri sebuah ciuman lembut dari Johnie membuatku terharu. Seandainya ayah dan ibuku bisa melihatku berbahagia dengan lelaki pilihanku. Setelah perjalanan panjang dan melelahkan akhirnya Tuhan menyatukan cinta kami.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan sungkan untuk menuliskan komentar ya.
Karena itu merupakan penyemangat untuk kami terus menulis.
Selamat membaca :D